ARTI RIZQI MENURUT SAYYIDINA ALI

الحمد لله الذى جعل شهر المحرم أول السنين والشهور, أحمده سبحانه وتعالى حمد عبد شكور , وأشهد أن لااله الاالله وحده لاشريك له شهادة تكون لنا ذخرا عند عزيز الغفور, وأشهد أن محمدا عبده ورسوله أرسله رحمة للعالمين. اللهم صل وسلم وبارك على عبدك ورسولك النبي الأمي سيدنا محمد وعلى اله وصحبه وعلى جميع الانبياء والمرسلين واتبعهم اجمعين عدد ما بين السموات والأرضين – أما بعد

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah
Hidup, mati, jodoh dan rizqi ada di tangan Allah swt, manusia hanya memiliki hak berikhtiar atasnya. Namun segala keputusan ada di tanganNya. Dari keempat hal tersebut (hidup, mati, jodoh dan rizqi) manusia seringkali lebih disibukkan dengan urusan rizqi. Dibandingkan tiga hal yang lainnya. Maklumlah hidup masih dinikmati, udara masih bisa disedot kedalam rongga dada lalu dikeluarkan kembali tanpa harus membeli. Mati terasa berada jauh sekali, hampir tiada yang tahu pasti kapan ia akan tiba. Sedangkan jodoh tinggal menjalani.
Oleh karena itulah kebanyakan manusia akan merasa sedih jika dijauhi rizqi dan merasa senang jika dihibur dengan rizqi. Banyak orang yang berubah menjadi manusia religius ketika berada dalam kesusahan. Rajin berdo’a, beribadah, tawakkal dan rajin bersedekah meskipun sedikit. Namun sebaliknya, ketika manusia berada dalam kelonggaran, ia akan mengurangi keintimannya dengan Yang Maha Kuasa, bahkan seringkali lupa dengan doa yang sering dibaca ketika kesusahan menimpanya. Jika dimasa susah sholat berjamaah menjadi kebutuhan, maka ketika longgar sholat berjamaah menjadi  gangguan. Ketika dimasa susah sholat maghrib begitu khusuknya, dan ketika longgar sholat magrib sesempatnya. Naudzubillah min dzalik. Seoah-olah harta benda dan duniawi adalah segalanya.

Jama’ah yang dimuliakan Allah
Dengan demikian perlu kiranya kita mengkaji ulang. Benarkah dunia itu harus selalu dikejar? Padahal dunia semakin dikejar semakin akan menjauhi kita. Ketika seorang mempunyai rumah, maka ingin ia lengkapi dengan mobil mewah. Ketika keduanya telah serasi, manusia inginkan renovasi. Ketika renovasi usai maka perlu tambah mobil lagi dan seterusnya.

Seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih sore menjelang ashar. Fatimah binti Rasulullah menyambut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa uang lebih banyak karena kebutuhan di rumah makin besar.

Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. “Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa uang sepeserpun.” Fatimah menyahut sambil tersenyum, “Memang yang mengatur rizqi tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta’ala.” “Terima kasih,” jawab Ali. Matanya memberat lantaran istrinya begitu tawakal. Padahal persediaan dapur sudah ludes sama sekali. Toh Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau sedih.

Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan shalat berjama’ah. Sepulang dari sholat, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua. “Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?” Áli menjawab heran. “Ya betul. Ada apa, Tuan?”

Orang tua itu merogoh kantungnya seraya menjawab, “Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar ongkosnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah uang ini, sebab engkaulah ahli warisnya.” Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.

Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rizqi yang tidak di sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari.
Ali pun bergegas berangkat ke pasar. Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, “Siapakah yang mau menghutangkan hartanya untuk Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan.” Tanpa pikir panjang lebar, Ali memberikan seluruh uangnya kepada orang itu.

Pada waktu ia pulang dan Fatimah keheranan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya. Fatimah, masih dalam senyum, berkata, “Keputusan kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan harta kepada Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan menutup pintu surga buat kita.”
Jama’ah jum’ah yang dimuliakan Allah
Fragmen di atas menunjukkan bahwa manusia sebagai penerima rizqi dituntut untuk mampu memahami cara kerja atau karakteristik rizqi sebagai pemberian Allah swt. Ia bisa datang tanpa diundang juga dapat pergi tanpa diusir. Oleh karena itu kita hendaknya tidaklah terlalu gusar memikirkan rizqi, cobalah kita berkerja dengan hati tenang. Insyallah rizqi itu akan menemui kita. Kerja dengan penuh semangat, keluar dari rumah dengan motor dipacu kencang berbalapan dengan matahri terbit, pulang kerumah dengan gonta menyongsong matahari terbenam. Itu semua bisa lebih bermakna jika kita lakukan dengan keikhlasan hati dan ketetapan jiwa bahwa Allah swt telah mengatur rizqi kita
Allah memiliki berbagai hikmah dalam pemberian rizqi. Ada yang Allah jadikan kaya dengan banyaknya rizqi dan harta. Ada pula yang dijadikan miskin. Ada hikmah berharga di balik itu semua. Allah Ta’ala berfirman,

وَاللَّهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الرِّزْقِ

Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rizqi.” (QS. An Nahl: 71)

Dalam ayat lain disebutkan,

إِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّهُ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا

Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rizqi kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS. Al Isro’: 30)

Di tempat lain, Ibnu Katsir menerangkan firman Allah,

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

“Dan jikalau Allah melapangkan rizqi kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27)

Beliau rahimahullah lantas menjelaskan,“Seandainya Allah memberi hamba tersebut rizqi lebih dari yang mereka butuh, tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan bertingkah sombong.” Selanjutnya Ibnu Katsir menjelaskan lagi, “Akan tetapi Allah memberi rizqi pada mereka sesuai dengan pilihanNya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya.”
Dalam sebuah hadits disebutkan,

إن من عبادى من لا يصلح إيمانُه إلا بِالْغِنَى ولو أفقرتُه لكفَر، وإن من عبادى من لا يصلح إيمانه إلا الفقر ولو أغنيتُه لكفَر

“Sesungguhnya di antara hamba-Ku, keimanan barulah menjadi baik jika Allah memberikan kekayaan padanya. Seandainya Allah membuat ia miskin, tentu ia akan kufur. Dan di antara hamba-Ku, keimanan barulah baik jika Allah memberikan kemiskinan padanya. Seandainya Allah membuat ia kaya, tentu ia akan kufur”.
Maka apa yang telah kita terima dari-Nya dalam kehidupan ini tidak lain merupakan ketetapan. Adapun ikhtiyar manusia adalah kewajiban.

جعلنا الله واياكم من الفائزين الامنين, وأدخلنا واياكم فى عباده الصالحين. أعوذ بالله من الشيطان الرجيم. وإذ أخذنا ميثاق بني إسرائيل لا تعبدون إلا الله وبالوالدين إحسانا وذي القربى واليتامى والمساكين وقولوا للناس حسنا وأقيموا الصلاة وآتوا الزكاة ثم تَوَلَّيْتم إلا قليلا منكم وأنتم معرضون.
بَارَكَ الله لِى وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ, وَنَفَعَنِى وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذْكُرَ الْحَكِيْمَ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَاِنَّهُ هُوَالسَّمِيْعُ العَلِيْمُ, وَأَقُوْلُ قَوْلى هَذَا فَاسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم

 

Khutbah II

 

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

 

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ
اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرُ

 

About Muhammad Taqiyyuddin Alawiy

- PENGASUH PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI'IYAH NURUL HUDA MERGOSONO KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG - Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang
This entry was posted in Kumpulan Khutbah. Bookmark the permalink.

Leave a Reply