SUDAH PATUTKAH KITA BAHAGIA?

بسم الله الرحمن الرحيم

الله أكبر –9

الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة واصيلا . لااله إلا الله وحده . صدق وعده . ونصر عبده . وأعزجنده وهزم الأحزاب وحده . لااله إلا الله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون .

الحمد لله , الحمد لله الذى نوّر قلوب العارفين , بمداومة الذكر فى كل وقت وحين

أشهد أن لا إله إلا الله الملك الحقّ المبين , وأشهد أنّ سيّدنا محمّدا عبده ورسوله الصادق الوعد الأمين .

اللهم صل وسلم على سيدنا محمد , نقطة الشرفاء الأنيباء و المرسلين وعلى آله وصحبه الأئمة فى دين الحقّ وسائر المهتدين من الأمم الاوّلين والأخرين .

أما بعد : فيا إخوان الكرام , عليكم بتقوى الله ربّ العالمين وازلفة الجنة للمتقين . اتقوا الله تعالى فقد فاز المتقون .

قال الله تعالى فى القران الكريم : قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (14) وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى (15) بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآَخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى (17

 

Allahu Akbar x9 Allahu Akbar walillahil hamd

Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah.

Setelah orang-orang beriman melaksanakan ibadah puasa selama tiga puluh hari penuh di bulan suci Ramadhan, setelah mereka mengerjakan shalat tarawih dan tadarus selama satu bulan penuh, setelah mereka menunaikan zakat fitrah dan shadaqah dengan sempurna sehingga diterima di sisi Allah dengan penerimaan yang baik, maka pada tanggal 1 syawal anak Adam kembali kepada fitrahnya, kembali seperti keadaan saat dilahirkan oleh ibunya.

Hari ini idul fitri. Sejak kemarin sore hingga semalaman dan sampai fajar pagi hari, dari penjuru belahan bumi Kalimat takbir,  tahmid dan tahlil dikumandangkan. Bertalu-talu menghentak rongga dada dan merontokkan isinya. Mengguncang suasana, memeras hati dan menguras air mata. Menghidupkan hati yang mati, membangkitkan semangat dan menggugah jiwa yang malas, mengingatkan yang lupa. Sedih jadi gembira, derita menjelma bahagia, yang keras dan kasar menjadi lentur, dendam dan iri dilupakan, dosa dan salah dimaafkan. Semua melebur menjadi kenikmatan azali, menyatu mengikuti irama syahdu dalam nuansa takbir dan tahmid yang tiada henti.

Sungguh Maha Besar Allah dengan segala ciptaan dan kekuasaan-Nya walau sekali saja Allah tidak pernah ditakbirkan oleh siapapun. Sungguh Allah Maha Besar dengan kesendirian-Nya sehingga tidak butuh segala takbir-takbir itu, namun di dalam suasana yang sangat berbahagia ini, dimana manusia terkadang cenderung tertipu oleh kebesaran semu yang disandangnya, terlena atas keberhasilan duniawi yang telah dicapainya, agar Allah Swt dirasa Besar di dalam dadanya. Di dalam hati seorang hamba yang telah melaksanakan tazkiyah sebulan penuh di bulan suci Ramadhan.

Dengan tazkiyah itu orang-orang beriman membakar dosa dan kesalahan dengan api lapar dan panasnya dahaga. Dengan tazkiyah itu mereka menyepuh karakter yang berkarat oleh dosa dengan bara penyesalan dan taubatan nasuha. Memadamkan api amarah dan dendam dengan salju pengampunan. Mengosongkan dada dari sifat kikir, sombong dan angkaramurka kemudian mengisinya dengan berkah tarawih dan tadarus malam. Selanjutnya, menjelang bulan Syawal tiba, di malam itu, mereka memancarkan kasih sayang dan pengampunan kepada sesama dengan shadaqah dan zakat fitrah.

Ketika hati manusia telah menjadi putih bersih, suci kembali seperti fitrahnya, seperti saat dilahirkan oleh ibunya, maka takbir disemaikan di dalamnya, agar Allah Swt benar-benar terasa Besar di hatinya sehingga dunia dan isinya terasa kecil dan tidak pernah mengusiknya lagi selamanya meskipun orang-orang tersebut masih harus bergelimang dengannya.

Paginya, di masjid-masjid yang mulia ini, dengan seluruh yang dimiliki, baik ucapan perbuatan maupun rasa, bersama seluruh keluarga tercinta, hamba-hamba yang sedang rindu kasih itu melebur menjadi satu. Larut dalam satu rasa dan nuansa. Menyatukan perasaan menghadap kepada-Nya untuk melahirkan kebesaran itu. Melahirkan rasa syukur, bahwa dengan Kebesaran itu, kali ini mereka mampu membesarkan-Nya.

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahilhamd

Bahkan sejak sebulan penuh selama bulan Ramadhan. Dengan puasa dan qiyamullail serta tadarusnya, mereka telah berusaha memasukkan Kebesaran itu di dalam hidupnya, di dalam jiwa raganya dengan harapan, semoga yang sudah dilaksanakan itu diterima di sisi-Nya. Selanjutnya, semoga segala yang hina dimuliakan, yang rusak diperbaiki, yang kurang ditambahkan, yang baik disempurnakan, yang sakit disembuhkan, yang sembuh disehatkan dan yang sehat dikuatkan demi Kebesaran-Nya yang Abadi meski dengan kefanaan keabadian yang selain-Nya. Itulah Idul Fitri, artinya kembali kepada Fitrah. Manusia telah kembali kepada asalnya, Kembali suci bersih, Kembali tidak punya dosa sehingga karakter menjadi jernih. Karakter manusia telah kembali bersih dari cinta dunia, hasud, sombong, riya’ dan dengki, kembali seperti keadaan pertama kali dilahirkan oleh ibunya.

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahilhamd

Ma’ssyirol Muslimin Rahimakumullah

Entah sudah berapa kali selama hidup kita melaksanakan sholat idul fithri seperti yang kita lakukan di pagi yang indah ini, di pagi yang mulia penuh berkah ini, dimana Allah sedang membentangkan rahmat dan berkah-Nya, pagi dimana Allah sedang memberi ampunan kepada hamba-Nya akan dosa-dosa-dosa dan kesalahan yang dilakukannya. Entah sudah berapa kali kita bertakbir mengagungkan Allah seperti yang kita lakukan di Masjid yang mulia ini, di Masjid yang akan menjadi saksi bagi kita kelak di akhirat bahwa setiap tahun kita pernah bersimpuh disini. Jika umur kita 60 tahun dan jika pertama kali kita melaksanakan sholat Id di usia 5 tahun, berarti kita sudah melaksanakan sholat Idul Fithri sebanyak 55 kali.

Yang perlu kita tanyakan bukan berapa kali kita melakukannnya, tapi sejauh apa yang sudah dihasilkan oleh amal ibadah yang dilakukan berulang kali tersebut. Sebesar apa hasil yang mampu kita dapatkan dari peluang yang dibentangkan pada setiap tahun itu. Jika kita telah melakukan kebajikan seperti ini selama 40 kali karena sekarang usia kita 45 tahun misalnya, pertanyaannya, tapak tilas apakah yang sudah dihasilkannya … ? Adakah perubahan yang sudah kita dapatkan untuk menjadi lebih baik dari hari-hari sebelumnya … ? Atau kita tetap seperti ini saja tanpa ada kemajuan berarti …? Kita tetap miskin hati meski kaya harta …. ? Bahkan untuk hidup dan berdiri di kaki sendiri saja kita belum mampu apalagi menghidupi sesama ….? Hati kita tetap buram meski setiap tahun disinari mentari Ramadhan yang penuh berkah. Jiwa kita tetap bodoh meski sebulan penuh dihujani berkah puasa, sehingga tetap saja kita tidak juga mampu mengenali diri apalagi mengenal Tuhannya.

Diceritakan: Konon seorang laki-laki bernama Sholeh bin Abdullah, setiap hari raya tiba, dia datang ke Masjid untuk melaksanakan shalat ‘Id berjamaah bersama warga setempat. Sepulangnya dari Masjid seluruh anggota keluarga dan para kerabatnya sudah berkumpul menunggu kepulangannya di rumah. Namun apa yang dilakukannya, sesampainya di rumah, Sholeh bin Abdullah mengalungkan rantai besi di lehernya, dan menaburkan debu di kepala dan seluruh tubuhnya, seraya menangis dengan keras. Keluarganya bertanya: “Hai Sholeh mengapa engkau ini, padahal hari ini adalah hari raya, hari penuh kebahagiaan?” Sholeh menjawab diselah-selah isak tangisnya: “Ya aku tahu, hari ini adalah hari bahagia, akan tetapi aku juga tahu, aku ini seorang hamba dho’if yang mendapat perintah dari Tuhanku untuk mengerjakan amal untuk mengabdi kepada-Nya, dan aku sudah mengerjakannya, tapi aku tidak tahu apakah amal tersebut diterima atau tidak disisi-Nya”.

Ketika mengerjakan shalat ‘Id berjamaah di Mesjid, Sholeh sholat di teras Masjid, di barisan paling belakang, bukan di barisan depan sebagaimana lazimnya yang dilakukan oleh para sesepuh desa dan Ulama setempat. Ketika ditanyakan perihalnya mengapa melakukan hal itu ?, dia menjawab: “Aku datang ke Masjid untuk minta rahmat dan ampunan dari Tuhan Semesta Alam, maka di sinilah tempat yang pantas bagi seorang peminta”.

Diceritakan lagi: Ada seorang Kyai sepuh yang hidup di suatu kampung di pinggiran kota, setiap datang hari raya Idul Fitri selalu menutup pintu rumahnya dan malam harinya memadamkan lampu semalaman, padahal banyak orang ingin datang untuk menjumpainya, tetapi para tamu itu tidak ada yang ditemuinya. Ketika ditanyakan perihalnya itu, ia menjawab di sela isak tangisnya yang tak tertahan: “Hari ini mereka sudah diampuni dosa-dosanya dan bebas dari neraka maka pantas mereka berbahagia, sedang aku tidak tahu, apakah dosa-dosaku sudah diampuni atau belum? Apakah aku pantas bersenang-senang bersama mereka?”

Dari Wahab bin Munabih Ra sesungguhnya ia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sungguh Iblis (semoga laknat baginya) selalu menjerit dan mengumpulkan bala tentaranya di setiap datang hari ‘Id. Bala tentara Iblis itu bertanya: “Hai Iblis junjunganku, siapakah yang menjadikan engkau marah, sungguh kami akan menghancurkannya”. Iblis menjawab: “Tidak ada sesuatu wahai kaumku, hanya saja pada hari ini Allah swt telah mengampuni dosa-dosa umat manusia, maka segeralah kalian berbaur dengan mereka, jadikanlah mereka terlena dengan kenikmatan syahwat dan minum-minuman keras sehingga Allah swt akan murka kepada mereka”. Oleh karena itu Rasulullah Saw bersabda di dalam sebuah haditsnya:

اِجْتَهِدُوْا يَوْمَ الْفِطْرِ فِي الصَّدَقَةِ وَأَعْمَالِ الْخَيْرِ وَالْبِرِّ مِنَ الصَّلاَةِ وَالزَّكَاةِ وَالتَّسْبِيْحِ وَالتَّهْلِيْلِ, فَإِنَّهُ الْيَوْمُ الَّذِيْ يَغْفِرُ اللهُ تَعَالَى فِيْهِ ذُنُوْبَكُمْ وَيَسْتَجِيْبُ دُعَاءَكُمْ وَيَنْظُرُ إِلَيْكُمْ بِالرَّحْمَةِ.

“Bersungguh-sungguhlah kalian pada hari Idul Fitri untuk bershodaqah, beramal kebaikan dan mengabdi kepada Allah Swt, dengan melaksanakan shalat dan mengeluarkan zakat dan membaca Tasbih dan Tahlil. Karena hari itu adalah hari dimana Allah Swt, mengampuni dosa-dosa kamu, dan mengabulkan permohonanmu, dan melihat kepadamu dengan penglihatan penuh Rahmat”. (di nuqil dari kitab Durrotun Waa’idhin)

Walhasil, semua keadaan yang tersembunyi di hati, diluarnya pasti ada tanda-tanda yang kelihatan mata. Yang baik ada tanda-tandanya yang buruk juga ada tanda-tandanya. Oleh karena hakekat Idul Fitri adalah anugerah khusus kepada orang-orang khusus. Keutamaan khusus yang didatangkan di waktu yang khusus kepada orang-orang khusus sehingga hati dan karakternya menjadi khusus. Menjadi karakter orang bertakwa yang tidak terlalu cinta dunia. Pertanyaannya, sudah adakah tanda-tanda keutamaan itu yang tertinggal di hati kita ….? Karakter Ramadhan, karakter Idul Fithri yang tersimpan dalam hati sanubari sehingga tanda-tandanya mampu mewarnai kehidupan kita …? Menjadikan kita orang yang bertakwa kepada Allah dan suka berbagi kepada sesama. Menjadikan hati kita lebih lentur dan gampang memaafkan kesalahan orang lain. Hati yang lebih peka kepada sesama hingga mudah memberikan pertolongan kepada orang yang sedang kesusahan. Jika belum ada, berarti kita termasuk orang yang sangat merugi. Seperti petani yang setiap tahun menanam di musim hujan, tapi sedikitpun tidak pernah menuai dari tumbuhan yang ditanamnya.

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahilhamd

Ma’ssyirol Muslimin Rahimakumullah

Zakat fitrah hukumnya wajib bagi setiap pribadi muslim yang mempunyai kelebihan dari kebutuhan pokoknya di hari itu, dan juga wajib dikeluarkan bagi orang-orang yang menjadi tanggungannya dan juga orang yang membantu kehidupan rumah tangganya. Zakat fitrah itu dikeluarkan sebelum dilaksanakan shalat ‘Id. Kalau dikeluarkan sesudah shalat ‘Id, maka bukan zakat fitrah namanya melainkan menjadi shodaqah biasa.

Zakat Fitrah meskipun merupakan ibadah yang ringan namun sangat penting dan sangat besar nilai dan keutamaannya. Diceritakan, Sahabat Utsman bin Affan t suatu saat beliau lupa menunaikan zakat fitrah sebelum shalat ‘Id, lalu beliau menjadikan kafarat dengan memerdekakan seorang budak, kemudian datang menghadap Baginda Nabi Saw dan menceritakan perihalnya tersebut. Baginda Nabi Saw bersabda: “Hai Utsman, seandainya engkau memerdekakan seratus orang budak sekalipun, maka pahalanya tidak akan dapat menyamai pahala zakat fitrah yang engkau tunaikan sebelum shalat ‘Id”.

Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah.

Mengapa sedemikian besar keutamaan zakat fitrah, padahal dilaksanakan hanya dengan memberikan dua setengah kilogram atau dua kg tujuh ons beras menurut ukuran mud Rasulillah saw atau kita bulatkan tiga kilogram beras kepada fakir miskin yang sejatinya pada hari berbahagia itu mereka juga sedang dalam kecukupan? Jawabannya karena zakat fitrah adalah penyempurna ibadah puasa. Meskipun zakat fitrah merupakan amal ibadah yang ringan, dan hanya dilaksanakan sekali dalam setahun, namun demikian, sebelum zakat fithrah itu ditunaikan, ibadah puasa Ramadhan yang tiga puluh hari itu tidak akan diterima diisi Allah swt. Hal itu karena kedudukan zakat fitrah menjadi saksi bagi ibadah puasa Ramadhan, seperti kedudukan ‘dua kali sujud’ di dalam shalat. Meski rukuk yang mestinya merupakan ibadah pokok di dalam shalat, namun tanpa dua kali sujud, rukuk yang sekali itu tidak akan diterima disisi Allah Swt.

Sebuah hadits Nabi Saw juga menyatakan besarnya keutamaan zakat fitrah itu, Beliau Saw, bersabda: “Barangsiapa menunaikan zakat fitrah, maka akan mendapatkan sepuluh keberhasilan: (1) Dibersihkan jasadnya dari dosa-dosa; (2) Dibebaskan dari siksa neraka; (3) Puasanya diterima; (4) Dimasukkan ke surga; (5) Dibangkitkan dari kubur dalam keadaan selamat; (6) Seluruh amal kebaikannya dalam setahun itu diterima; (7) Mendapatkan syafa’atku di hari kiamat; (8) Melewati titian secepat petir menyambar; (9) Timbangannya diperberat dengan kebaikan; dan (10) Namanya dihapus dari buku catatan yang diperuntukkan bagi orang-orang yang celaka”.

Ibadah puasa Ramadhan adalah ibadah vertikal atau “hablum minallah”. Betapapun orang yang melaksanakan ibadah Ramadhan itu harus menjalaninya dengan berat, karena mereka harus menahan lapar dan haus di siang hari selama tiga puluh hari penuh, namun demikian, ternyata ibadah vertikal itu tidak diterima di sisi Allah Swt, sebelum disertai dengan ibadah horizontal atau “hablum minan naas” yakni berupa zakat fitrah.

Adapun hakekat ibadah horizontal itu ternyata memberi bukan menerima. Memberi sebagian pemilikan yang dicintai kepada orang lain. Itu dilaksanakan dengan tanpa kecuali dan tidak pandang bulu. Orang kaya, orang miskin, orang besar, orang kecil, orang pandai, orang bodoh, asal pada saat itu mempunyai kelebihan dari kebutuhan pokok yang dimakan, mereka wajib menunaikan ibadah horizontal itu. Yang diwajibkan itu tidak banyak, yakni sekedar ingat kepada sesama dengan memberikan sebagian kecil harta yang dicintai. Karena di hari yang sangat berbahagia itu kaum muslimin tidak boleh lupa diri. Betapapun mereka tenggelam dalam kebahagiaan yang hakiki, saat itu juga mereka harus berbagi kepada orang lain walau dari sebagian yang terkecil dari kebahagian itu.

Karena di hari yang bahagia itu tidak boleh ada seorangpun yang bersedih, terlebih hanya disebabkan urusan yang dimakan. Ibadah horizontal itu harus memberi tidak meminta dengan tanpa mengharapkan balasan. Tidak seperti arisan atau nyumbang manten, dan adat kumpul-kumpul yang menjadi tradisi di masyarakat, yaitu apa saja yang diberikan, selalu dibarengi harapan suatu saat dapat balasan. Layaknya seperti menabung yang suatu saat orang dapat menarik tabungannya.

Zakat fitrah tidak demikian. Ibadah horizontal itu hanya memberi untuk orang lain semata-mata menunaikan kewajiban Allah Swt dan rasul-Nya, bahkan Zakat fitrah harus dilaksana­kan dengan hati ikhlas semata-mata bentuk pengabdian yang hakiki. Oleh karenanya, meski nilainya sangat kecil dan ringan, namun bobotnya sangat berat, bahkan menjadi penentu diterima atau tidaknya ibadah puasa dan ibadah-ibadah yang lain yang sudah dijalani selama satu bulan, seperti tarawih dan tadarusnya, dan bahkan seluruh ibadah selama satu tahun penuh.

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar Walillahilhamd

Ma’ssyirol Muslimin Rahimakumullah

Marilah kita merenung dan mengambil pelajaran dari kejadian yang terjadi disekitar kita pada akhir-akhir ini. Di mana kemudahan hidup sudah dibentangkan oleh Allah Tuhan Semesta Alam dengan sangat luasnya. Sarana transportasi dan komunikasi sangat mudah di dapat, bahkan ilmu pengetahuan yang dulu sulit dicari kini dengan sangat mudah dapat diakses di mana-mana. Orang tidak harus jauh-jauh datang ke Majlis Ta’lim atau mondok di luar kota untuk mendapatkan ilmu Agama, tinggal mengakses mbah Google semua jadi beres. Sampai-sampai orang awam mempertanyakan eksistensi Ulama, mereka mengatakan mengapa kita harus mondok jadi santri kalau semua sudah tersedia gratis di internet …. ? mengapa kita harus datang ke Kiai sekedar bertanya tentang ilmu agama kalau mbah Google bisa menjawabnya … ? Petanyaan seperti itu dan semacamnya kini banyak merebak di mana-mana terlebih di media sosial. Mereka mengira peran Ulama yang sakral dalam memberi pelajaran dan pengajaran kepada santri-santrinya bisa diganti dengan sekedar tulisan mati yang terkadang tidak tahu latar belakang penulisnya … ? Sedemikian murahnya kah nilai tarbiyah dan kasih sayang seorang guru kepada santri-santrinya . ? sehingga perannya bisa digantikan dengan patung mati seperti mbah Google itu … ? Kasih sayang yang tulus dalam mengajar yang diberikan seorang Kiai kepada santri-santrinya, pasti tidak mungkin bisa digantikan meski dengan seribu kali kepandaian mbah Google dalam menjawab pertanyaan penanyanya.

Dengan kasih sayang yang dikombinasikan dengan niat yang tulus ikhlas, semata-mata niat ibadah dalam rangka mencari ridho Allah, yang diberikan oleh para Ulama sejati itu ketika mengajar santri-santrinya, tentunya para santri itu tidak hanya akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat saja, tetapi juga akhlak mulia sebagaimana yang diwariskan oleh sang Bapak Asuh tersebut kepada anak-anak asuhnya. Apakah perbuatan semulia itu bisa digantikan dengan sekedar catatan buta yang menempel dan tersimpan di server mbah google yang mati itu … ?

Memang kemudahan-kemudahan itu tidak kita pungkiri sesekali ada manfaatnya, namun itu manakala hati dan jemari kita dilindungi oleh kekuatan iman dan takwallah, jika tidak, maka kita bisa diantar untuk berselancar kemana-mana, tidak hanya kepada tempat kemanfaatan saja tapi juga pusat kemadhorotan yang nyata, bahkan perselingkuhan dan pengkhianatan rumah tangga sering kali bermula dari sekedar sms nyasar di tengah malam.

Ma’asyirol Muslimin Rahimakumullah.

Marilah kita merenung lebih dalam lagi. Apa yang sudah kita dapatkan dari jerih payah yang kita lakukan. Puasa sebulan penuh dan ibadah-ibadah yang lain di bulan Ramadhan. Apakah hal yang sudah dimudahkan oleh Allah untuk kita lakukan itu telah mampu merubah keburukan kita jadi kebaikan, mampu menghiasi perilaku kita dengan akhlak mulia? Mampu menjadi benteng hati kita untuk tidak mudah terpengaruh oleh kemudahan zaman yang sedang terbentang luas … ? Jika belum, bahkan hanya dengan sms kita mampu berbuat khianat atas amanat yang seharusnya kita jaga… ? maka semoga kita masih ada umur panjang dan kita masih menangi bulan Ramadhan tahun depan hingga kita mampu memperbaiki apa yang perlu kita perbaiki. Supaya hidup kita lebih bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun untuk orang lain. Tidak menjadi korban kemudahan yang kita punyai. Jika tidak, berarti kita akan menjadi sampah yang tiada harganya lagi. Wal iyyadzu billah.

قال الله تعالى وبقوله يهتدي المهتدون . وإذا قرء القرآن فاستمعوا له وأنصتوا لعلكم ترحمون :   لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ (6)

بارك الله لي ولكم في القرآن العظيم . ونفعني وأياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم . وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم .   وقل رب اغفر وارحم وأنت حير الراحمين

KHUTBAH KEDUA

اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ. اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ

اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ. وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ

وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَْلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

Share this:

About Muhammad Taqiyyuddin Alawiy

- PENGASUH PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI'IYAH NURUL HUDA MERGOSONO KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG - Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang
This entry was posted in Khutbah-Hari Raya. Bookmark the permalink.

Leave a Reply