Taubat menurut Al Imam Abu Hamid Muhammad Al Ghozali

taubat31 taubat

Dengan banyak bencana di negara Kita ini, adalah peringatan Allah kepada kita tentang tingkah polah dan kelakuan kita yang sudah banyak menyimpang dari ajaran Allah serta merajalelanya kemaksiatan dan kedholiman dari mulai petinggi negara kita sampai pada pelosok-pelosok desa seperti kita selalu tidak pernah henti dari kemaksiatan dan dosa, yang seharusnya kita segera sadar dan istighfar atau bertaubat kepada Allah tapi justru kita merasa benar dengan apa yang sudah kita lakukan dan ditambah lagi kita malah menjauhkan diri kita dari Allah, cara taubat yang benar dan apa saja yang perlu kita taubati dipaparkan oleh Imam Ghozali dalam kitabnya: “Al Arbain fi Ushuliddin”, seperti dibawah ini:
Taubat adalah permulaan jalan dari orang yang menempuh jalan menuju ridla Allah dan kunci kebahagiaan mereka. Dalam surat al-Baqarah ayat 222 Allah swt berfirman:

إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
Sesungguhnya Allah menyintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci.

Dalam surat an-Nur ayat 31 Allah swt berfirman:

وَتُوْبُوْا اِلَى اللّهِ جَمِيْعًا … الآية
Bertaubatlah kalian kepada Allah semuanya.

Nabi Muhammad saw bersabda:

اَلتَّائِبُ حَبِيْبُ اللّهِ، وَالتَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لاَّ ذَنْبَ لَهُ
Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah; dan orang yang bertaubat dari dosa bagaikan orang yang sama sekali tidak ada dosa baginya.

Nabi Muhammad saw bersabda:

اللّهُ اَفْرَحُ بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ الْمُؤْمِنِ مِنْ رَجُلٍ نَزَلَ فِيْ اَرْضٍ فَلاَةٍ دَوِيَّةٍ مُهْلِكَةٍ، مَعَهُ رَاحِلَتُهُ عَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ، فَوَضَعَ رَأْسَهُ فَنَام نَوْمَةً فَاسْتَيْقَظَ وَقَدْ ذَهَبَتْ رَاحِلَتُهُ فَانْفَلَتَتْ، فَطَلَبَهَا حَتَّى اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْجُوْعُ وَالْعَطَشُ أَوْ مَا شَاءَ اللّهُ عَزَّ وَجَلَّ: قَالَ اَرْجِعُ إِلَى مَكَانِيْ الَّذِيْ كُنْتُ فِيْهِ فَاَنَامُ حَتَّى اَمُوْتَ، فَوَضَعَ رَأْسَهُ عَلَى سَاعِدِهِ لِيَمُوْتَ، فَاسْتَيْقَظَ فَإِذَا رَاحِلَتُهُ عِنْدَهُ، وَعَلَيْهَا زَادُهُ وَشَرَابُهُ. فَاللّهُ اَشَدُّ فَرْحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ الْمُؤْمِنِ هَذَا بِرَاحِلَتِهِ وَزَادِهِ
Allah lebih bergembira dengan taubat hamba-Nya yang beriman daripada orang yang singgah di padang pasir yang mencelakakan bersama hewan tunggangan yang membawa makanan dan minumannya. Ketika ia tertidur lalu terbangun, hewan tunggangannya telah pergi terlepas. Ia mencarinya hingga sangat kelaparan dan kehausan atau dalam keadaan yang dikehendaki oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Ia berkata: “Aku akan kembali ke tempat semula dan akan tidur sampai aku mati.” Ia letakkan kepalanya di atas lengannya agar ia mati. Lalu ia terbangun dan tiba-tiba hewan tunggangannya telah kembali di sisinya, lengkap dengan makanan dan minumannya berada di atas hewan tersebut. Allah lebih sangat bergembira dengan taubat hamba-Nya yang beriman daripada kegembiraan orang yang menemukan kembali hewan tunggangan dan bekalnya.

1. Hakekat taubat
Hakekat taubat adalah kembali dari jalan yang jauh menuju jalan yang dekat. Taubat terdiri dari: unsur (rukun), tempat memulai, dan kesempurnaan. Landasan memulai taubat adalah iman. Iman sebagai pancaran cahaya makrifat dalam hati yang memperjelas bahwa dosa merupakan racun yang mencelakakan. Iman yang menyulut ketakutan dan penyesalan, sehingga menimbulkan keinginan kuat untuk memperbaiki dan menghindari kesalahan.

Kesempurnaan taubat dapat dirinci dalam 3 unsur berikut:
a. Seketika meninggalkan dosa-dosa,
b. Bercita-cita untuk meninggalkan dosa di masa mendatang,
c. Memperbaiki kesalahan waktu lampau semampu mungkin.

2. Kewajiban taubat bagi setiap orang
Jika Anda telah mengetahui hakekat taubat, niscaya akan tersingkap bahwa taubat merupakan kewajiban setiap orang dan pada setiap keadaan. Oleh karena itu dalam surat an-Nur ayat 31 sebagaimana tertulis di muka, bahwa sasaran dari firman tersebut adalah seluruh umat manusia secara mutlak.
Kewajiban bertaubat ialah karena arti taubat adalah makrifat (mengerti) bahwa dosa adalah mencelakakan, sehingga timbul keinginan untuk meninggalkannya. Hal ini adalah bagian dari iman yang dimaksudkan dengan makrifat. Oleh karena itu mengapa taubat diwajibkan atas setiap orang?

Kewajiban taubat atas setiap orang adalah karena setiap manusia tersusun dari sifat-sifat bahimiyah, sabu’iyah, syaithoniyah, dan rububiyah.

Dari sifat bahimiyah timbul nafsu syahwat, tamak, dan durhaka.

Dari sifat sabu’iyah timbul nafsu marah, hasud, permusuhan, dan membenci.

Dari sifat syaithoniyah timbul nafsu makar, rekayasa, dan tipudaya. Dari sifat rububiyah timbul nafsu takabur, merasa mulia, cinta pujian, dan merampas. Pokok dari akhlak adalah empat sifat tersebut, yang telah dicampur dalam tanah kejadian manusia dengan komposisi percampuran yang ada pada setiap orang. Hanya dengan cahaya iman yang diperoleh dari akal dan syara’ orang dapat selamat dari kegelapan sifat-sifat tersebut.

Sifat yang pertama kali diciptakan pada manusia adalah sifat bahimiyah. Pada masa kanak-kanak nafsu yang menguasai jiwa adalah tamak dan syahwat. Kemudian diciptakan sifat sabu’iyah, sehingga yang menguasai jiwanya adalah nafsu permusuhan dan persaingan. Setelah itu diciptakan sifat syaithoniyah, sehingga yang menguasai jiwa manusia adalah nafsu untuk berbuat makar dan menipu. Hal ini disebabkan sifat sabu’iyah dan sifat bahimiyah mengajak untuk mempergunakan kepandaiannya dalam rekayasa memenuhi keinginan (syahwat) dan melaksanakan kemarahan. Sesudah itu nampak pada diri manusia sifat-sifat rububiyah, yaitu takabur, merampas, dan mencari ketinggian. Terakhir baru diciptakan akal yang menampakkan cahaya iman. Akal adalah tentara Allah dan pasukan malaikat, sedangkan sifat-sifat sebelumnya adalah pasukan setan. Pasukan akal menjadi sempurna pada waktu umur 40 tahun, dan mulai tampak pada waktu baligh.
Seluruh pasukan setan telah mendahului masuk ke dalam hati sebelum baligh, menguasai hati yang telah dijinakkan oleh nafsu, dan dibiarkan untuk mengikuti keinginan-keinginan nafsu sampai datang cahaya akal dan terjadilah peperangan dan saling mengusir antar keduanya dalam medan pertempuran hati. Jika pasukan akal dan cahaya iman lemah, niscaya tidak kuat untuk mengusir pasukan setan. Akibatnya pasukan setan menetap dalam hati sebagaimana pertama kali telah mendahului masuk, dan selamatlah kerajaan hati bagi setan.
Peperangan ini tidak dapat dihindari dalam diri manusia anak turun Nabi Adam. Keadaan Nabi Adam as. diceriterakan hanyalah agar seseorang sadar bahwa hal itu telah ditetapkan bagi beliau dan telah ditetapkan pada semua anak cucu beliau dalam keputusan yang tidak dapat diubah sebelum makhluk diciptakan. Dengan demikian tak seorangpun yang tidak memerlukan taubat.

3. Kewajiban taubat pada setiap keadaan
Mengapa seseorang harus bertaubat pada setiap keadaan? Manusia pada setiap keadaan tidak bebas dari dosa anggauta badan atau hatinya, dan tidak sunyi dari akhlak tercela yang harus disucikan dari hatinya. Akhlak tercela akan menjauhkan seseorang dari Allah. Kesibukan menyingkirkan akhlak tercela adalah taubat, karena taubat adalah kembali dari jalan yang jauh ke jalan yang dekat.
Jika seseorang telah terbebas dari dosa-dosa tersebut, maka ia tidak terhindar dari lupa kepada Allah. Lupa adalah jalan yang menjauhkan dari Allah yang menyebabkan lupa berdzikir. Oleh karena itu dalam surat al-Kahfi ayat 24 Allah swt berfirman:

وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيْتَ
Dan ingatlah Tuhanmu jika engkau telah lupa.

Jika seseorang hatinya selalu hadir mengingat Allah, maka dosa mana lagi yang mengharuskan ia bertaubat? Jawabnya adalah bahwa manusia pasti pernah berada di tempat yang rendah sebelum menempati tempat yang tinggi, dan ia harus naik ke tempat yang lebih tinggi. Pada waktu seseorang telah naik ke tempat yang lebih tinggi, ia perlu meminta ampun akan keberadaannya di tempat sebelumnya, karena dinilai sebagai suatu keteledoran dibandingkan dengan tempat yang telah dicapai. Hal itu tidak ada batas akhirnya. Oleh karena itu Rasulullah saw. bersabda:

وَإِنَّهُ لَيُغَانُ عَلى قَلْبِيْ حَتَّى أَسْتَغْفِرَ اللّهَ تَعَالَى فِيْ الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ سَبْعِيْنَ مَرَّةً
Sesungguhnya hatiku ditutupi oleh keinginan nafsu, sehingga aku memohon ampun kepada Allah Ta’ala tujuh puluh kali dalam sehari semalam.

Setiap hal tersebut harus ditaubati. Memang, bagi orang awam bertaubat adalah dari dosa yang tampak. Sedangkan taubat orang salih adalah dari akhlak tercela yang tidak tampak. Taubat orang yang bertakwa adalah dari tempat terjerumus dalam keraguan. Taubat orang yang menyintai Allah (muhibbin) adalah dari kelengahan yang menyebabkan lupa untuk berdzikir. Taubat orang ahli makrifat adalah dari berhenti pada suatu tempat yang dapat digambarkan bahwa di belakangnya masih ada tempat. Sedangkan tempat-tempat yang dekat dari Allah tidak ada batas akhirnya. Dengan demikian taubat dari orang ahli makrifat tidak berbatas akhir juga.

4. Syarat taubat
Apabila syarat taubat telah terpenuhi, maka taubat pasti diterima. Hal itu jelas jika arti diterima difahami. Arti taubat yang diterima adalah apabila hati seseorang telah siap untuk menerima cahaya makrifat di dalam hati.
Hati adalah ibarat cermin yang tidak jelas karena tertutup oleh kotoran syahwat dan kesenangan menuruti keinginan nafsu. Setiap dosa adalah kegelapan yang menutupi hati dan setiap kebaikan adalah cahaya yang masuk ke dalam hati, sehingga kebaikan itu membersihkan nafsu. Oleh karena itu Nabi Muhammad saw bersabda:

وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا
Ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik yang dapat menghapus pengaruh perbuatan jelek tersebut.

Taubat pada hati adalah seperti sabun pada pakaian. Sabun pasti dapat melenyapkan kotoran pada pakaian apabila dipergunakan menurut cara yang benar. Orang yang bertaubat dengan keraguan apakah taubatnya diterima, berarti ia tidak yakin terhadap kesempurnaan syarat taubat. Ibaratnya orang yang meminum obat urus-urus dan tidak yakin akan keberhasilannya karena ia tidak mengerti kesempurnaan syarat dalam pengobatannya. Andai dapat digambarkan bahwa orang yang meminum obat mengerti halnya, niscaya dapat digambarkan bahwa ia dapat mengerti taubat dari pribadi tertentu yang akan diterima. Akan tetapi keraguan tersebut menurut penyelidikan tidak meragukan kita bahwa taubat itu berada pada posisi untuk diterima secara pasti.

5. Obat untuk bertaubat
Obat jiwa untuk bertaubat adalah melepaskan simpul dari sifat membandel. Hal itu disebabkan bahwa hanya sifat membandel yang mencegah jiwa untuk bertaubat. Selaras dengan itu, tidak ada yang membawa hati seseorang pada sifat membandel selain kelengahan dan keinginan nafsu (syahwat). Membandel adalah penyakit hati, dan pengobatannya seperti mengobati penyakit badan/jasmani. Penderita penyakit hati lebih banyak dari pada penyakit badan karena tiga sebab:
a. Penderita penyakit hati tidak mengerti bahwa ia sakit, seperti penyakit belang pada wajah orang yang tidak mempunyai cermin, sehingga ia tidak mengobatinya lantaran tidak mengetahuinya; dan kalau diberitahu oleh orang lain terkadang tidak percaya.

b. Akibat dari penyakit hati tidak dapat dilihat oleh orang, dan belum pernah dilakukan percobaan terhadap akibat tersebut. Oleh karena itu penderitanya hanya menyerah kepada ampunan Allah, sedangkan dalam mengobati penyakit badan orang berusaha keras untuk mengobatinya.

c. Penyakit hati adalah penyakit yang membandel yang tidak ada dokternya. Dokter yang dapat mengobati adalah orang alim yang mengamalkan ilmunya. Sayang, banyak orang alim telah terserang oleh penyakit yang sulit diobati dan mencelakakan, yaitu cinta dunia. Para ulama telah dikuasai oleh kecintaan terhadap dunia, sehingga mereka terpaksa menahan diri untuk tidak memperingatkan manusia agar tidak tersingkap kejelekan mereka. Mereka merasa dipermalukan tatkala mereka berdamai, saling tarik menarik, dan saling bermusuhan dengan sesama karena dunia. Inilah sebab penyakit hati merajalela dan tidak ada obatnya. Para dokter tersebut sibuk dengan berbagai macam godaan. Mereka tidak berbuat kebaikan dan juga tidak berbuat kerusakan, hanya diam dan tidak bicara. Bahkan setiap orang seolah-olah telah menjadi batu yang berada di mulut mata air. Batu itu tidak minum air dan menghalangi orang lain untuk minum air.
Beberapa pendapat mengenai pengobatan hati untuk bertaubat ialah agar diteliti penyebab dari sifat membandel, yaitu:
a. Siksa yang diancamkan tidak kontan, sedangkan tabiat manusia suka meremehkan hal-hal yang tidak didapati secara nyata dan seketika. Cara mengobatinya adalah agar seseorang berfikir sehingga mengetahui bahwa setiap sesuatu yang akan datang adalah dekat dan sesuatu yang jauh tidak akan datang; dan bahwa kematian adalah lebih dekat dari pada tali sandalnya. Seseorang perlu memahami, barangkali kematian datang pada penghujung dari hari-hari kehidupannya atau pada penghujung tahun dari umurnya. Kemudian ia berfikir bagaimana seseorang mau bersusah payah dalam perjalanan hingga mengalami bahaya lantaran takut susah pada waktu mendatang.

b. Kelezatan dan syahwat telah mencekik seseorang sehingga ia tidak mampu melepaskannya. Cara mengobatinya adalah agar ia berfikir andaikata ada seorang dokter Nasrani menasihati bahwa minum air dingin akan membahayakan dirinya dan menyebabkan kematiannya, pada hal air dingin tersebut adalah sesuatu yang paling lezat baginya, bagaimanakah ia dapat meninggalkan minum air dingin tersebut? Hendaklah ia mengetahui bahwa Allah dan Rasul-Nya adalah lebih benar dari pada dokter Nasrani, dan kekal di neraka adalah lebih berat dari pada mati sebab sakit. Ia perlu menetapkan bahwa apabila sulit baginya meninggalkan kelezatan pada waktu yang relatif pendek, maka mengapa tidak sulit baginya mengalami siksa neraka dan tercegah dari surga Firdaus dan kenikmatannya selama-lamanya?

c. Orang yang membandel adalah menunda taubat dari hari ke hari.

Cara pengobatannya ialah agar ia berfikir dan mengetahui bahwa mempertaruhkan kebahagiaan dan kecelakaan diri berdasarkan sesuatu yang tidak ada pada dirinya adalah suatu kebodohan. Dari mana ia tahu bahwa dirinya masih bertahan hidup sampai ia dapat bertaubat? Sesungguhnya kebanyakan dari teriakan penghuni neraka adalah dari menunda-nunda. Karena mereka sering menunda hingga tiba-tiba penyakit datang yang menyebabkan kematiannya. Orang yang menunda-nunda taubat adalah karena tidak mampu mengekang keinginan nafsunya. Jika ia mau menanti satu hari saja, pasti mudah baginya untuk mengekang keinginan nafsu tersebut. Pada hari ia akan bertaubat sama sekali ia tidak dapat menciptakannya. Perumpamaan orang yang menunda taubat adalah seperti orang yang ingin mencabut sebuah pohon namun ia tidak mampu karena dirinya lemah dan pohon tersebut menancap kuat dalam tanah. Kemudian ia mengakhirkan sampai pada tahun berikutnya, sedangkan ia tahu bahwa pohon itu setiap hari bertambah kuat menancap sementara kekuatan badannya setiap hari semakin kurang. Itulah puncak kebodohan!

d. Menjanjikan dirinya dengan kemuliaan dan maaf. Ini adalah puncak ketololan yang didatangkan oleh setan dalam penampilan agama. Nabi Muhammad saw bersabda:

اَلْكَيْسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ، وَاْلأَحْمَقُ مَنِ اتَّبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللّهِ تَعَالَى
Orang yang cerdik adalah orang yang menggadaikan dirinya dan berbuat untuk sesuatu sesudah kematian, dan orang yang tolol adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya dan mengangan-angankan kepada Allah Ta’ala.

e. Apabila seseorang ragu-ragu, kita berlindung kepada Allah, mengenai urusan akhirat.

6. Penyebab dosa kecil menjadi dosa besar
Bertaubat dari seluruh dosa adalah penting dan wajib. Bertaubat dari dosa besar adalah lebih penting. Sedangkan membandel pada dosa-dosa kecil akan mengubah status dosa menjadi dosa besar. Dosa kecil tidak dapat diampuni lantaran dikerjakan terus-menerus (membandel); dan dosa besar tidak dapat diampuni hanya dengan beristighfar. Perbuatan dosa yang sering dikerjakan akan berpengaruh besar dalam membuat permukaan hati menjadi hitam, bagaikan air yang sering menetes pada sebuah batu hingga dapat membuat lubang pada batu tersebut, dengan kondisi kelunakan air dan kekerasan batu.
Dosa kecil dapat menjadi dosa besar disebabkan oleh berbagai hal:
1. Apabila seseorang yang akan melakukan dosa itu menganggap kecil dan remeh, sehingga ia tidak merasa susah dengan melakukan dosa tersebut. Sebagian ulama berkata bahwa dosa yang tidak diampuni adalah ucapan: “Sekiranya setiap sesuatu yang aku kerjakan adalah seperti ini, …”

2. Merasa senang terhadap dosa-dosa kecil, merasa bangga karena melakukan dosa kecil, dan berkeyakinan bahwa tetap melakukan dosa kecil adalah nikmat, sehingga orang yang melakukan dosa kecil tersebut menyombongkan diri dan berani berkata: “Tidakkah kau lihat aku, bagaimana aku telah memakinya, bagaimana aku telah merusak kehormatannya, dan bagaimana aku telah menipunya dalam pergaulan?” Sikap demikian adalah besar sekali pengaruhnya dalam membuat hati menjadi hitam.

3. Menganggap remeh terhadap tutup Allah pada dirinya, menyangka bahwa ia tidak dipermalukan oleh Allah karena dosa yang dilakukan merupakan kemuliaan dirinya di sisi Allah, dan ia tidak mengerti bahwa dirinya adalah terkutuk. Padahal Allah menunda siksaan terhadap dirinya agar dosanya bertambah, sehingga ia berada di tingkat yang paling bawah di neraka.

4. Melakukan dosa kecil dengan terang-terangan dan menampakkannya di depan orang lain, atau menuturkan dosa setelah ia melakukannya. Rasulullah saw. bersabda:

كُلُّ النَّاسِ مُعَافًا إِلاَّ الْمُجَاهِرُوْنَ
Semua orang dapat dimaafkan dosanya, kecuali orang-orang yang melakukan dosa secara terang-terangan.

5. Apabila dosa kecil dilakukan oleh orang alim yang dijadikan panutan, karena dosa itu akan tetap berlangsung meski ia sudah mati. Berbahagialah orang yang mati dan dosa-dosanya mati bersamanya. Barang siapa yang membuat contoh yang jelek, maka ia menanggung dosa dari kejelekan yang telah dicontohkan dan dosa orang-orang yang melakukan kejelekan tersebut sampai hari kiamat.

Diriwayatkan bahwa ada salah seorang ulama dari bani Israil yang bertaubat dari dosa-dosa dan perbuatan bid’ahnya. Kemudian Allah memberi wahyu kepada nabi zaman itu bahwa jika dosa yang dilakukannya berada di antara Allah dan dia, niscaya Allah ampunkan. Akan tetapi bagaimana dengan orang-orang yang telah ia sesatkan dan telah ia masukkan ke dalam neraka?
Pada pokoknya, sama sekali tidak ada pendorong bagi taubat, kecuali khauf atau rasa takut yang keluar dari mata hati dan makrifat. Oleh karena itu marilah kita bahas keutamaan khauf.

About Muhammad Taqiyyuddin Alawiy

- PENGASUH PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI'IYAH NURUL HUDA MERGOSONO KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG - Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang
This entry was posted in Makalah Agama Islam and tagged . Bookmark the permalink.

Leave a Reply