Sholat sebagai Spirit Perubahan

الحمد الله الذي علا في سمائه وجلا باليقين قلوبَ اوليائه وحارَ لهم في قدره وبارَك لهم في قضائه واشهد ان لا الله الا الله وحده لا شريك له شهادةَ مؤمنٍ بلقائه واشهد ان محمدا صلى الله عليه وسلَّم عبدُه ورسولُه وخاتمُ انبيائه. وصلى الله عليه وعلى اله وصحبه واحبابه واصفيائه وسلم تسليما اما بعد. فيا ايها الناس اتقوالله حق تقاته ولا تموتن الا وانتم مسلمسون.

Sidang Jum’at yang berbahagia

Alhamdulillah pada momentum Jum’at kali ini kita sudah berada di tengah-tengah salah satu bulan yang dimuliakan Allah, yakni bulan Rajab; salah satu bulan yang memiliki keistimewaan sebab di dalamnya terjadi dua peristiwa yang luar biasa, yakni Isra’ dan Mi’raj Rasulullah dari Masjidil Haram ke masjidil Aqsha dan dari masjidil Aqsha menuju Sidratul Muntaha.

Peristiwa besar sekaligus bersejarah ini terukir dalam kitab suci Al-Qur’anul Karim. Dalam surah al-Isra’ ayat 1 Allah berfirman:

سبحان الذى اسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسجد الاقصى الذى بركنا حوله لنريه من ايتنا انه هو السميع البصير

Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Barangkali kita semua sudah maklum mengenai rentetan peristiwa yang menunjukkan kebesaran Allah ini. Dimana dengan kekuasaan-Nya yang maha luas, Allah telah menunjukkan kebesarannya kepada manusia  melakukan sesuatu yang berada di luar hukum-hukum thabi`i (hukum alam), di luar kemampuan nalar manusia pada umumnya.

Merenungkan kebesaran dan kekuasaan Allah dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj adalah sesuatu yang penting dalam rangka mengingatkan kita kepada jati diri kita sebagai manusia dan tugas kita dalam menjalani hidup di dunia ini. Namun yang tidak kalah penting juga adalah sejauh mana kita mampu menangkap substansi dari peristiwa luar biasa ini.

Sidang Jum’at yang berbahagia

Sebagaimana telah kita maklumi bersama, inti dari dari pertemuan Allah dan Nabi Muhammad di Sidratul Muntaha adalah diturunkan kewajiban yang paling fundamental di dalam Islam, yakni melaksanakan shalat lima waktu. Begitu pentingnya perintah shalat ini bagi manusia sehingga peribaratan yang dapat digambarkan untuk melukiskannya secara singkat adalah “Ash-sholatu `imaduddin”, sholat adalah tiang agama. Jika tiang tersebut rusak atau kurang sempurna maka agama seseorangpun dikhawatirkan akan rubuh atau tidak sempurna pula.

Pengertian sholat yang sedemikian vital ini sudah barang tentu bukanlah pengertian sholat dalam bentuk verbal saja (yakni perbuatan yang dimulai dari takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam), akan tetapi sholat dalam pengertiannya yang utuh, sholat yang menjadi sarana pembentukan identitas moral dan karakter sosial.

Keterkaitan antara sholat dengan tanggungjawab sosial ini digambarkan oleh Allah dalam Al-Qu’ran surah Al-Ankabut ayat 45:

Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Sidang Jum’at yang berbahagia

Berkaca pada ayat ini, tampak jelas ibadah shalat memiliki kaitan dengan “tanha ‘anil fakhsya wal munkar (gerakan mencegah segenap perbuatan keji yang merusak dan berbagai bentuk kemungkaran). Dengan kata lain, sholat yang sempurna dapat membentuk pribadi yang bersih serta memiliki kekuatan memperbaiki kondisi sosial dalam kerangka besar fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan).

Namun batasan sholat seperti ini tampaknya masih kurang diserap maknanya oleh masyarakat kita. Berkembang suburnya budaya korupsi, kolusi, kekerasan, kezaliman, dan lain sebagainya merupakan sebuah fenomena yang sangat memprihatinkan jika mengingat penduduk Indonesia mayoritas beragama Islam. Keadaan ini membuktikan bahwa ibadah sholat (barangkali juga ibadah –ibadah yang lainnya) hanya dipandang sebagai ritual dan formalitas belaka; tidak ada kaitannya dengan masyarakat dan lingkungan hidup manusia.

Padahal agama tidak pernah memisahkan antara kewajiban kepada Allah (Haqqullah) dan kewajiban kepada sesama manusia (Haqqul Adam). Agama Islam diturunkan untuk membentuk manusia yang sadar akan jati dirinya sebagai seorang hamba sekaligus sebagai agama yang menjamin kemaslahatan hidup manusia itu sendiri. Kualitas keimanan dalam Islam selalu dikaitkan dengan amal shalih, sholat dilekatkan dengan mencegah perbuatan keji dan mungkar, puasa beriringan dengan spirit peka terhadap sesama manusia, zakat bertalian dengan kesadaran akan hak-hak fakir miskin, haji dengan spirit kesetaraan manusia dan seterusnya.

Oleh sebab itu, dengan semangat Isra’ Mi`raj marilah kita bersama-sama menjadikan sholat sebagai spirit utama untuk melakukan perubahan dalam berbagai segmen kehidupan ke arah yang lebih baik. Dengan demikian mudah-mudahan Allah memberikan taufik dan hidayahnya kepada kita semua, memberikan jalan taubat kepada kita semua serta menuntun kita dalam mewujudkan baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur di tengah-tengah negeri yang dilanda krisis ini.

بارك الله لى و لكم فى القران الكريم ونفعنى واياكم بالايات والذكرالحكيم انه هو البر الرؤف الرحيم. كنتم خير امة اخرجت للناس تأمرون بالمعروف و تنهون عن المنكر وتؤمنون بالله وقل رب اغفر وارحم وانت خير الراحمين

About Muhammad Taqiyyuddin Alawiy

- PENGASUH PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI'IYAH NURUL HUDA MERGOSONO KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG - Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang
This entry was posted in Kumpulan Khutbah. Bookmark the permalink.

Leave a Reply