MENIMBULKAN RASA KHAUF PADA DIRI KITA

khouf

 

Khauf adalah kekhawatiran bila dosa yang dilakukan tidak diampuni dan amal iba­­dah yang dikerjakan tidak diterima oleh Allah.

Allah Ta’ala telah mengumpulkan pe­tun­juk, rahmat, ilmu, dan keridlaan dalam di­ri orang-orang yang memiliki perasaan khauf. Hal demikian cu­kup baginya sebagai keutamaan.

Dalam surat al-A’raf ayat 154 Allah swt te­lah berfirman yang antara lain:

. . . هُدًى وَرَحْمَةً لِلَّذِيْنَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُوْنَ

… sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang merasa takut kepada Tuhan mereka.

Dalam surat Fathir ayat 28 Allah Ta’ala ber­fir­man yang antara lain:

إِنَّمَا يَخْشَى اللّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari para ham­ba-Nya hanyalah ulama.

Dalam surat al-Bayyinah ayat 8 Allah Ta­’a­la ber­firman:

رَضِيَ اللّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوْا عَنْهُ  ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ

Allah rela terhadap mereka dan mereka telah rela ter­ha­dap Allah; dan yang demikian adalah bagi orang yang takut kepada Tuhannya.

Nabi Muhammad saw. telah bersabda:

رَأْسُ الْحِكْمَةِ مَخَافَةُ اللّهِ

Pangkal ilmu adalah takut kepada Allah.

Sabdanya pula:

مَنْ خَافَ اللّهَ تَعَالَى خَافَهُ كُلُّ شَيْءٍ ، وَمَنْ خَافَ غَيْرَ اللّهِ تَعَالَى خَوَّفَهُ اللّهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ

Barangsiapa yang takut kepada Allah, niscaya setiap sesuatu akan takut kepadanya. Dan barangsiapa yang takut kepada selain Allah, niscaya Allah akan membuat ia takut kepada setiap sesuatu.

Dalam hadits qudsi Allah swt. berfirman:

وَعِزَّتِيْ وَجَلاَلِيْ لاَ أَجْمَعُ عَلَى عَبْدِيْ خَوْفَيْنِ وَلاَ أَجْمَعُ لَهُ أَمْنَيْنِ، فَإِذَا أَمِنَنِيْ فِي الدُّنْيَا أَخَفْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَإِذَا خَافَنِيْ فِي الدُّنْيَا أَمِنْتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Demi kemuliaan-Ku dan keagungan-Ku, Aku tidak me­ngum­pulkan pada hamba-Ku dua ketakutan dan Aku ti­dak mengumpulkan baginya dua keamanan. Jika ia me­rasa aman kepada-Ku di dunia, niscaya Aku buat ia takut pada hari kiamat. Dan jika ia takut kepada-Ku di dunia, niscaya Aku buat ia merasa aman pada hari kia­mat.

1. Hakekat khauf 

Hakekat khauf ada­lah rasa sakit dan ter­ba­kar­nya hati sebab ter­je­ru­mus dalam hal yang di­ta­kuti pada waktu yang akan datang. Rasa takut ter­se­but terkadang kare­na melakukan dosa, dan ter­kadang karena mengetahui sifat-sifat Allah swt. Pe­rasaan ta­kut yang kedua inilah yang paling sem­purna, ka­rena orang yang mengenal Allah akan takut kepada-Nya secara otomatis. Oleh ka­re­na itu Allah swt. berfirman dalam surat Fathir ayat 28 yang antara lain:

إِنَّمَا يَخْشَى اللّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari para ham­ba-Nya hanyalah ulama.

Allah swt. telah memberi wahyu kepada Na­bi Dawud as.:

خَفْنِيْ كَمَا تَخَافُ السَّبُعَ الضَّارِيَ

Takutlah engkau kepada-Ku sebagaimana engkau takut kepada binatang buas yang membahayakan.

Karena itu Nabi Muhammad saw bersabda:

أَنَا أَخْوَفُكُمْ  ِللّهِ تَعَالَى

Aku adalah orang yang paling takut di antara kamu sekalian kepada  Allah Ta’ala.

Orang yang berada di ta­ring macan atau si­nga sebenarnya tidak akan takut bila tidak me­nge­nal bahwa binatang tersebut adalah buas. De­mi­ki­an pula halnya jika seseorang mengetahui bahwa di antara sifat binatang buas adalah (a) akan men­ce­lakakan dan tidak peduli, (b) jika ditinggalkan tidak menaruh iba dan sayang, (c) lebih hina ba­gi­nya dari pada untuk disayang, pastilah ia akan takut. Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Bi­jak­sana memiliki contoh yang paling tinggi. Orang yang mengenal Allah swt tahu bahwa seandainya orang-orang yang terdahulu dan terkemudian di­han­curkan, niscaya Allah tidak memperdulikan dan tidak akan mempengaruhi kerajaan-Nya.

Dalam surat al-Ma’idah ayat 17 Allah swt. ber­firman yang antara lain:

قُلْ فَمَنْ يَمْلِكُ لَكُمْ مِنَ اللّهِ شَيْئًا إِنْ أَرَادَ أَنْ يُهْلِكَ الْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ وَمَنْ فِي اْلأَرْضِ جَمِيْعًا

Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalangi kehendak Allah, jika Ia hendak mem­bi­na­sa­kan al-Masih putera Maryam beserta ibu­nya dan orang yang berada di bumi se­mua­nya?”

Berapa banyak hamba Allah yang telah di­han­­cur­kan di dunia dan dihadapkan ke berbagai ma­cam siksa namun tidak membuat Allah merasa iba dan sayang, karena hal itu adalah mustahil ba­gi-Nya. Orang yang mengetahui hal itu pasti akan takut kepada Allah. Pengenalan terhadap sifat ma­­ha agung, maha menang, dan maha tidak me­merlukan ke­pa­da yang lain secara otomatis akan menimbulkan rasa hebat. Inilah khauf yang paling sempurna dan paling utama.

2. Cara mendapatkan rasa khauf

            Cara untuk memperoleh dan menghasilkan rasa khauf melalui dua tingkat yaitu (a) makrifat ke­pada Allah Ta’ala, dan (b) menyaksikan pe­ri­la­ku seseorang yang memiliki rasa khauf.

a.  Makrifat kepada Allah Ta’ala menyebabkan ra­sa khauf secara otomatis. Seseorang yang ter­pe­rangkap dalam taring-taring binatang buas ti­dak memerlukan cara untuk takut jika ia me­nge­nal bi­na­tang buas. Seseorang tidak dapat di­gam­barkan untuk tidak takut apabila:

1)  mengenal keagungan Allah swt. yang  tidak me­merlukan selain-Nya, dan bahwasanya Allah telah menciptakan surga dan peng­hu­ninya serta menciptakan neraka dan peng­hu­ni­nya;

2)  kalimah Allah yang ber­hu­bungan dengan ke­­bahagiaan dan kece­laka­an bagi hak setiap orang secara benar dan adil telah sempurna;

3)  hal tersebut tidak dapat dibayangkan per­u­bah­annya dan tak seseorangpun yang dapat meng­­alihkan pelaksanaan keputusan-Nya yang telah ada sebelum makhluk diciptakan, se­dangkan ia tidak mengetahui keputusan ba­gi dirinya serta tidak menge­ta­hui sesuatu yang akan mengakhiri umurnya; dan

4)  ke­mungkinan diputuskan baginya de­ngan celaka selama-lamanya.

b.  Bagi sese­orang yang tidak mampu mengetahui hakekat mak­­­rifat, maka cara untuk meng­ha­sil­kan khauf yaitu dengan melihat orang-orang yang memiliki perasaan khauf, menyaksikan ting­kah laku mereka, atau mendengarkan be­ri­ta­nya.

Hamba Allah yang paling takut ada­lah pa­ra nabi, wali, ulama, dan orang-orang yang me­mi­liki pandangan mata hati. Kelompok orang yang paling besar merasa aman adalah orang-orang yang lalai lagi bodoh, yaitu orang-orang yang tidak mengarahkan pandangan kepada yang telah mendahuluinya, yang meng­a­khir­i­nya, mau­pun kepada pengenalan terhadap ke­agung­an Allah swt. Orang seperti ini ibarat anak kecil yang tidak takut ular se­lama ia tidak melihat ayahnya takut ular, lari dari ular, dan tulang-tulang ruasnya bergeme­le­tuk apabila melihat ular. Ketika ia melihat ayahnya ter­nya­ta takut ular ia lalu mengikutinya, dan me­ra­sa­kan rasa takutnya meskipun ia tidak mengenal de­ngan hakiki sifat dari ular.

Nabi Muhammad saw. bersabda:

مَا جَاءَ نِيْ جَبْرَائِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَطُّ إِلاَّ وَهُوَ يَرْتَعِدُ فَرَائِصُهُ فَرْقًا مِنَ النَّارِ

Tiadalah datang kepadaku malaikat Jabra’il as. sama sekali, kecuali tulang-tulang ruasnya bergemeletuk ka­rena takut kepada neraka.

Tatkala Iblis mulai menampakkan diri de­ngan si­fat-sifatnya yang nyata, malaikat Jabrail dan Mi­kail menangis. Allah swt. me­nanyakan ke­pa­da  ke­duanya: “Apa yang menye­babkan kalian  ber­dua menangis?” Keduanya men­jawab: “Wahai Tu­han, kami tidak merasa aman terhadap ma­kar-Mu!” Allah swt. berfirman: “Demikian inilah kamu berdua menjadi makhluk yang tidak merasa aman terhadap makar-Ku!”

Dalam surat al-A’raf ayat 99 Allah swt. ber­firman,  antara lain:

فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللّهِ إِلاَّ الْقَوْمُ الْخَاسِرُوْنَ

Maka tidak merasa aman terhadap makar Allah kecuali kaum yang merugi.

Kondisi dari perasaan khauf antara lain terangkum dalam hikayat berikut. Tatkala Allah swt. Men­cip­ta­kan neraka, hati para malaikat ter­bang dari tempatnya dan tatkala bani Adam di­cip­takan hati tersebut kembali. Suara men­didih da­ri hati Nabi Ibrahim as. dapat dide­ngar pada waktu salat dari jarak satu mil. Nabi Dawud as. tetap dalam ke­ada­an sujud selama 40 hari serta tidak mengangkat kepala beliau hing­ga tumbuh rumput dari air ma­ta beliau. Abu Bakar as-Siddiq berkata kepada se­ekor burung: “Sekiranya aku se­per­ti engkau wahai burung dan aku tidak di­cip­ta­kan.” Abu Dzar ra. berkata: “Aku senang jika se­an­dai­nya aku adalah sebatang pohon yang di­te­bang.” Aisyah ra. Ber­ka­ta: “Aku senang andaikata aku lupa lagi di­lu­pa­kan.”

Al-Ghazaliy telah membeberkan keadaan orang-orang yang memiliki perasaan khauf dalam bab al-Khauf. Orang yang tidak sam­pai pada pun­cak makrifat hendaknya mengangan-angankan ke­­­adaan para nabi, wali, dan orang-orang ahli makrifat agar mengetahui bahwa ia seharusnya le­bih memiliki perasaan khauf dari pada mereka. Ke­tika ia mengangan-angankan hal tersebut de­ngan sebenarnya, pasti rasa khaufnya muncul.

3. Penempatan khauf dan harapan dalam hati

            Khauf adalah cambuk yang menghalau se­se­orang menuju kebahagiaan. Tidak sepantasnya rasa khauf ini keterlaluan hingga menimbulkan si­kap putus asa, karena yang demikian adalah ter­ce­la. Ketika rasa khauf menang, seyogyanya rasa harap (raja’) menyampurinya. Bagi seseorang yang meninggalkan dosa memang layak rasa kha­uf ini mengalahkan rasa harap. Namun orang yang taat dan memurnikan dirinya bagi Allah swt., sepantasnya rasa khaufnya seban­ding de­ngan rasa harapnya, seperti Umar ra. Beliau ber­ka­ta: “Andaikata diundangkan “yang masuk ke dalam surga adalah semua makhluk kecuali seorang laki-laki”, pasti aku takut apabila aku yang men­jadi laki-laki itu. Andaikata diundangkan “yang masuk ke dalam neraka adalah semua makhluk kecuali satu orang laki-laki”, pasti aku berharap agar aku­lah menjadi laki-laki itu.” Jika kematian telah de­kat pada seseorang, maka harapan dan sangkaan yang baik kepada Tuhannya adalah lebih utama baginya.

Nabi Muhammad saw. bersabda:

لاَ يَمُوْتَنَّ أَحَدُكُمْ إِلاَّ وَهُوَ يُحْسِنُ الظَّنَّ بِرَبِّهِ

Janganlah sekali-kali salah seorang dari kamu sekalian mati, kecuali ia membaguskan sangkaan kepada Tuhan­nya.

Harapan tidak sama dengan angan-angan. Orang yang tidak mengolah tanah dan tidak me­na­bur benih kemudian menanti pa­nen, maka ia adalah orang yang berangan-angan dan bukan orang yang berharap. Orang yang ber­harap ha­nya­lah orang yang mengolah tanah, meng­airinya, menabur benih, dan mengusahakan setiap sesuatu yang berkaitan dengan ikhtiarnya, ke­mudian te­tap berharap agar Allah menolak pe­tir dan ba­ha­ya, dan hendaklah Allah memper­ke­nankan ia un­tuk panen sesudah menanam. Oleh karena itu da­lam surat al-Baqarah ayat 218 Allah swt. Ber­fir­man:

إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّهِ أُولَئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَةَ اللّهِ وَاللّهُ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ

Sesungguhnya mereka yang beriman serta mereka yang berhijrah dan berjuang di jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Pada pokoknya, ciri dari harapan adalah se­nang untuk mencari, dan ciri dari khauf adalah senang un­tuk lari. Barangsiapa yang meng­ha­rapkan se­sua­tu niscaya ia mencarinya, dan ba­rangsiapa yang takut terhadap sesuatu niscaya ia lari dari­nya.

Derajat khauf yang paling rendah adalah yang da­pat mengajak untuk meninggalkan dosa dan ber­paling dari dunia. Sesuatu yang tidak da­pat mengarahkan kepada hal yang demikian ada­lah omongan dan getaran nafsu yang sama se­kali tidak berbobot seperti tangis perempuan, dan ti­dak ada hasilnya sama sekali. Sebaliknya, derajat khauf yang sempurna akan membuahkan sifat zu­hud di dunia.

About Muhammad Taqiyyuddin Alawiy

- PENGASUH PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI'IYAH NURUL HUDA MERGOSONO KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG - Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang
This entry was posted in Makalah Agama Islam. Bookmark the permalink.

Leave a Reply