INDAHNYA BERMADZHAB

nu1

NU_Haruskah-Setiap-Muslim-Bermahdzab

ulama1

 

KEINDAHAN BERMADZHAB

اِخْتِلَافُ أُمَّتِيْ رَحْمَةٌ

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ يَعْلُوْ وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ, وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِيْرَتِهِ مِنْ خَلْقِهِ، أَرْسَلَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ، وَقُدْوَةً لِلْمُؤْمِنِيْنَ، اَلَّذِيْ بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الْأَمَانَةَ، فَأَشْرَقَتْ بِرِسَالَتِهِ الْأَرْضُ بَعْدَ ظُلْمَاتِهَا، وَتَأَلَّفَتْ بِهِ الْقُلُوْبُ بَعْدَ شَتَاتِهَا، وَامْتَلَأَتْ بِهِ الْأَرْضُ نُوْرًا وَابْتِهَاجًا, وَعَلَى آلِــهِ وَصَحْـبِهِ هُمْ اَهْلُ الصِّدْقِ وَالْوَفَى. اَمَّابَعْدُ.

Dengan Nama Allah Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah SWT Dzat Yang telah menjadikan Islam sebagai agama yang luhur dan tidak dikalahkan. Sholawat serta salam senantiasa terlimpah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, hamba Allah yang menjadi utusan-Nya dan makhluk terpilih-Nya. Yang mana Allah SWT Telah mengutusnya sebagai rahmat untuk alam semesta, dan panutan bagi orang mukmin, yang telah menyampaikan risalah dan memenuhi amanah. Maka dengan kebenaran risalahnya bumi bersinar terang dari kegelapannya, dan hati yang semula saling bercerai berai menjadi bersatu padu, dan bumi penuh dengan cahaya keimanan dan kedamaian. Semoga sholawat serta salam juga terlimpahkan kepada seluruh keluarga dan sahabatnya yang mana mereka senantiasa teguh dalam keimanan dan selalu memenuhi janji. Amma ba’du.

Dengan keterangan di bawah ini kami ingin menjelaskan konflik yang sering terjadi akibat perbedaan pendapat agar bisa damai dan saling memahami, dan tidak saling memaksakan diantara yang satu dengan lainnya.
Syeikh Ali bin Nayif Asy-Syuhud dalam kitabnya “Al-Khulashoh Fi Asbabil Ikhtilafil Fuqoha’” menyebutkan:

اَلْمَذْهَبُ لُغَةً: مَكَانُ الذِّهَابِ. وَاصْطِلَاحاً: مَا اخْتَصَّ بِهِ الْمُجْتَهِدُ مِنَ الْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ الْفَرْعِيَّةِ اْلاِجْتِهَادِيَّةِ الْمُسْتَفَادَةِ مِنَ الْأَدِلَّةِ الظَّنِّيَّةِ.

Mazdhab menurut bahasa adalah jalan yang ditempuh.

Sedangkan menurut istilah ahli fikih adalah hasil usaha pemikiran semaksimal mungkin yang diyakini kebenarannya oleh seorang mujtahid yang diambil dalilnya dari Al-Qur’an dan Hadits.

Madzhab yang diikuti oleh para Ulama’ Ahli Sunah Waljama’ah ada empat;

1. Madzhab Hanafi (Al-Imam Abu Hanifah Nu’man Bin Tsabit)
2. Madzhab Maliki (Al-Imam Malik Bin Anas)
3. Madzhab Syafii (Al-Imam Muhammad Bin Idris)
4. Madzhab Hambali (Al-Imam Ahmad bin Hambal)
Perbedaan pendapat antara mereka dalam masalah furu’ (cabang syari’at) merupakan rahmat Allah SWT agar mendapati kemudahan bagi umat (supaya bisa mengikuti madzhab yang sesuai dengan kondisi mereka masing-masing).

Disebutkan dalam kitab Faidlulqodir Syarah Al-Jami’ Ash-Shoghir karya Al-Allamah Muhammad bin Abdurro’uf Al-Munawi:

فَاخْتِلَافُ الْمَذَاهِبِ نِعْمَةٌ كَبِيْرَةٌ وَفَضِيْلَةٌ جَسِيْمَةٌ خَصَّتْ بِهَا هَذِهِ الْأُمَّةِ. وَقَدْ وَعَدَ بِوُقُوعِ ذَلِكَ فَوَقَعَ وَهُوَ مِنْ مُعْجِزَاتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Perbedaan pendapat antara para Madzhab adalah kenikmatan besar dan anugerah yang agung untuk umat Baginda Nabi Muhammad SAW.

Dan sesungguhnya Beliau Baginda Nabi SAW sudah memberitahukan bahwa hal itu akan terjadi, dan itu benar-benar terjadi dan sesungguhnya hal tersebut merupakan mu’jizat Beliau SAW.

Disebutkan pula dalam kitab tersebut:

أَمَّا اْلإِجْتِهَادُ فِي الْعَقَائِدِ فَضَلَالٌ وَوَبَالٌ كَمَا تَقَرَّرَ. فَالْحَدِيْثُ إِنَّمَا هُوَ فِي اْلإِخْتِلَافِ فِي الْأَحْكَامِ.

Telah disepakati oleh Ulama’ Ahlussunah Waljama’ah bahwa berijtihad yang berkaitan dalam masalah akidah adalah sesuatu yang sesat dan menyesatkan. Keterangan yang menerangkan maksud dari pada hadits ” perbedaan antara ummatku adalah suatu rahmat ” hanya dalam cabang syari’at.

Disebutkan pula dalam kitab tersebut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ مَرْفُوْعًا: أَصْحَابِيْ بِمَنْزِلَةِ النُّجُومِ فِي السَّمَاءِ فَبِأَيِّهِمْ اِقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ وَاخْتِلَافُ أَصْحَابِيْ لَكُمْ رَحْمَةٌ.

Dari Sahabat Ibnu Abbas RA, Baginda Nabi SAW bersabda: Sahabat-Sahabatku seperti bintang-bintang dilangit, maka kepada siapapun kalian mengikuti mereka maka kalian akan mendapati petunjuk menuju keselamatan, dan perselisihan (dalam pendapat) sahabat-sahabatku adalah rahmat untuk kalian semua.

Disebutkan pula dalam kitab tersebut:

أَنَّ مَالِكًا لَمَّا أَرَادَهُ الرَّشِيدُ عَلَى الذِّهَابِ مَعَهُ إِلَى الْعِرَاقِ وَأَنْ يُحْمِلَ النَّاسَ عَلَى الْمُوَطَأِ كَمَا حَمَلَ عُثْمَانُ النَّاسَ عَلَى الْقُرْآَنِ. فَقَالَ مَالِكُ : أَمَّا حَمَلَ النّاسُ عَلَى الْمُوَطَأِ فَلَا سَبِيلَ إِلَيْهِ لِأَنَّ الصَّحَابَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمْ اِفْتَرَقُوْا بَعْدَ مَوْتِهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْأَمْصَارِ فَحَدَثُوا فَعِنْدَ أَهْلِ كُلِّ مِصْرٍ عِلْـمٌ.

Di saat Harun Arrosyid menghendaki bepergian ke Irak bersama Imam Malik, maka Harun Arrosyid menyarankan kepada Imam Malik agar orang Irak bersatu padu menjadikan kitab Muwatho’ yang dikarang Imam Malik menjadi pedoman mereka dalam segala hukum, sebagaimana Sayyidina ‘Utsman bin ‘Affan RA mewajibkan umat bersatu padu menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hukum. Kemudian dijawab oleh Imam Malik, bahwa hal itu mustahil terjadi karena sesungguhnya para Sahabat yang telah menerima ilmu-ilmu dari Baginda Nabi Muhammad SAW sangat banyak sekali, setelah Baginda Nabi SAW wafat mereka berpencar ke beberapa daerah, dan setiap kelompok dari mereka memiliki sumber satu dan pemahaman yang berbeda, akan tetapi dalam bidang akidah semuanya bersepakat.

Sebagaimana Al-Allamah Muhammad bin Abdurro’uf Al-Munawi menyebutkan dalam kitabnya Faidlulqodir Syarh Al-Jami’ Ash-Shogir :

مَا زَالَ اْلإِخْتِلَافُ بَيْنَ الْأَئِمَّةِ وَاقِعًا فِي الْفُرُوْعِ مَعَ اتِّفَاقِ الْكُلِّ عَلَى تَعْظِيْمِ الْبَارِيْ جَلَّ جَلَالُهُ وَأَنَّهُ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَأَنَّ مَا شَرَّعَهُ رَسُولُهُ حَقٌّ وَأَنَّ كِتَابَهُمْ وَاحِدٌ وَنَبِيَّهُمْ وَاحِدٌ وَقِبْلَتَهُمْ وَاحِدَةٌ.

Perbedaan pendapat yang sering terjadi di kalangan para madzhab adalah dalam berbagai cabang syari’at, namum mereka sepakat dalam segi tauhid dengan mengagungkan Allah SWT Dzat Yang tidak serupa dengan apapun, dan juga mereka sepakat bahwa segala syari’at yang dibawa Baginda Nabi Muhammad SAW adalah benar, dan sesungguhnya kitab mereka satu (Al-Quran), Nabi mereka satu (Nabi Muhammad SAW), dan kiblat mereka satu (Ka’bah).

Semuanya itu tidak boleh diperselisihkan, yang semestinya kita bersatu padu untuk menghadapi musuh-musuh islam, karena sesungguhnya mereka tidak akan puas atau tenang sampai agama Islam lenyap dari muka bumi ini.
Sebagaimana fiman Allah SWT, surat At-Taubah ayat 32;

يُرِيدُونَ أَنْ يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَنْ يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

Sesungguhnya mereka (musuh-musuh islam) sangat menghendaki untuk memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, tetapi Allah menolaknya, malah berkehendak menyempurkan cahaya-Nya, walaupun orang-orang kafir itu tidak menyukai.

Disebutkan dalam kitab Faidlulqodir Syarah Al-Jami’ Ash-Shoghir Karya Al-Allamah Muhammad Bin Abdurro’uf Al-Munawi:

وَنَجْزِمُ بِأَنَّ غَرْضَهُمْ لَيْسَ إِلَّا اتِّبَاعِ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ. وَقَضِيَّةُ جَعْلِ الْحَدِيثِ “اَلْاِخْتِلَافُ رَحْمَةٌ” جَوَازُ الْاِنْتِقَالِ مِنْ مَذْهَبٍ لِآخَرِ

Harus kita semua menyakini bahwa sesungguhnya para madzhab yang empat, mencari kebenaran demi keselamatan dunia akherat dengan mengambil sumbernya dari Al-Quran dan Hadits.

Bukti kebenaran para madzhab tersebut adalah seorang hamba sangat diperbolehkan untuk bebas mengikuti salah satu dari pada madzhab tersebut.

Semua madzhab tersebut adalah benar dan berjalan menuju keridloan Allah SWT, tidak ada saling menjatuhkan diantara satu dengan lainnya dengan cara memaksa kehendak. Jika perbedaan tersebut dipermasalahkan maka akan timbul konflik dan permusuhan diantara umat.
sebagai contoh:

1. Masalah Wudlu’

Disebutkan dalam kitab Al-Fiqhu “Ala Madzaahib Al-Arba’ah Juz 1 Hal 55 bahwa :

اِتَّفَقَ الْحَنَابِلَةُ وَالْمَالِكِيَّةُ عَلَى أَنَّ مَسْحَ جَمِيعَ الرَّأْسِ فَرْضٌ وَاتَّفَقَ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ عَلَى أَنَّ الْمَفْرُوْضَ مَسْحُ بَعْضِ الرَّأْسِ أَمَا مَسْحُ جَمِيعِهَا فَهُوَ سُنَّةٌ

Intinya : Menurut madzhab Hambali dan Maliki dalam wudlu wajib mengusap semua kepala, sedangkan menurut madzhab Syafi’i dan Hanafi yang wajib hanya sebagian saja.

Jika perbedaan tersebut dipermasalahkan maka akan timbul perselisihan, sehingga akan menuduh sholatnya pengikut Syafi’iyah dan Hanafiyah tidak sah karena cuma mengusap sebagian kepala saja.

2. Masalah Batalnya Wudlu’

Disebutkan dalam kitab Al-Fiqhu Al-Islami Juz 1 hal 275 :

لَمْسُ الْمَرْأَةِ يَنْتَقِضُ الْوُضُوْءَ عِنْدَ المْاَلِكِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ بِالْتِقَاءِ بَشَرَتَيْ الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ فِي حَالِ اللَّذَّةِ أَوِ الشَّهْوَةِ.
وَعِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ بِمُجَرَّدِ الْتِقَاءِ بَشَرَتَيْ الرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ، اَللَّامِسِ وَالْمَلْمُوسِ، وَلَوْ بِدُونِ شَهْوَةٍ.

Intinya: Menurut madzhab Maliki dan Hambali sekedar menyentuh kulit wanita yang bukan mahromnya tidak membatalkan wudlu’, sedangankan Menurut madzhab Syafi’i sekedar menyentuh kulit wanita yang bukan mahromnya membatalkan wudlu’.

Jika perbedaan tersebut dipermasalahkan maka akan timbul perselisihan diantara mereka, jika itu dilakukan oleh pengikut Malikiyyah dan Hambaliyyah maka akan dituduh oleh pengikut Syafi’iyah bahwa wudlunya mereka batal dan tidak diperbolehkan melaksanakan sholat.

3. Masalah Bismilah Dalam Sholat

Disebutkan dalam kitab Al-Fiqhu “Ala Madzaahib Al-Arba’ah Juz 1 Hal 301 :

اَلتَّسْمِيَةُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ قَبْلَ الْفَاتِحَةِ بِأَنْ يَقُولَ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ, أَمَّا الشَّافِعِيَّةُ فَيَقُولُونَ : إِنَّهَا فَرْضٌ وَالْمَالِكِيَّةُ يَقُولُونَ : إِنَّهَا مَكْرُوهَةٌ

Intinya: Menurut madzhab Syafi’i Membaca Basmalah dalam surat Al-Fatihah di dalam sholat adalah wajib, sedangkan menurut madzhab Maliki adalah makruh.

Jika dipermasahlakan oleh pengikut Syafi’i maka sholat pengikut Maliki tidak sah.

4. Masalah Nikah
Disebutkan dalam kitab Al-Fiqhu Al-Islami Juz 9 Hal 66

شُرِطَ عِنْدَ الْجُمْهُورِ غَيْرِ الْحَنَفِيَّةِ، بِأَنْ يَكُونَ الشَّاهِدَانِ رَجُلَيْنِ، فَلَا يَصِحُّ الزُّوَاجُ بِشَهَادَةِ النِّسَاءِ وَحْدَهُنَّ وَلَا بِشَهَادَةِ رَجُلٍ وَامْرَأَتَيْنِ . وَقَالَ الْحَنَفِيَّةُ: تَجُوزُ شَهَادَةُ رَجُلٍ وَامْرَأَتَيْنِ فِي عَقْدِ الزُّوَاجِ.

Intinya: Saksi dalam nikah Menurut selain madzhab Hanafi harus dua laki-laki, tidak boleh wanita.
Namun Menurut madzhab Hanafi, diperbolehkan sebagian saksi dalam nikah adalah perempuan.
Jika hal tersebut dilakukan oleh pengikut madzhab Hanafi, dan dipermasahlakan oleh lainnya maka akan tertuduh pernikahan mereka tidak sah dan keturunannya dipermasalahkan.

5. Masalah Mengkijing Makam

Disebutkan dalam kitab Al-Fiqhul Islami Juz 2 Hal 665

يُكْرَهُ تَجْصِيْصُ الْقَبْرِ وَالْبِنَاءِ عِنْدَ الْحَنَفِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ

Dan dalam Kitab Haasyiyatul Jamal ‘Alal Manhaj Juz 4 Hal 38 :

وَقَوْلُهُ فَيَجُوزُ بِنَاؤُهُ وَتَجْصِيصُهُ يَنْبَغِي وَلَوْ فِي الْمُسَبَّلَةِ, وَيَنْبَغِي أَيْضًا أَنَّ مِنْ ذَلِكَ مَا يُجْعَلُ مِنْ بِنَاءِ الْحِجَارَةِ عَلَى الْقَبْرِ خَوْفًا مِنْ أَنْ يُنْبَشَ قَبْلَ بِلَى الْمَيِّتِ لِدَفْنِ غَيْرِهِ .

Intinya: Menurut madzhab Hanafi dan Maliki dimakruhkan mengkijing makam, sedangkan menurut madzhab Syafi’i diperbolehkan walaupun di kuburan umum, bila bertujuan untuk menjaganya agar tidak digali orang lain sebelum jasadnya mayit hancur menjadi tanah.

Sebagaimana keterangan di kitab “ Raudloh Ath-tholibin “ karya Imam Nawawi, juz: 2 hal:140.

لَا يَجُوزَ نَبْشُ الْقَبْرِ إِلَّا فِي مَواضِعَ مِنْها أَنْ يَبْلَى الْمَيِّتُ وَيَصِيرُ تُرابًا فَيَجُوزُ نَبْشُهُ وَدُفِنَ غَيْرُهُ وَيُرْجَعُ فِي ذَلِكَ إِلَى أَهْلِ الْخِبْرَةِ وَتَخْتَلِفُ بِاخْتِلَافِ الْبِلَادِ وَالْأَرْضِ.

Intinya : Tidak boleh menggali makam sebelum jasadnya mayit benar-benar hancur menjadi tanah, menurut pendapat ahli yang mengetahui hal tersebut, dengan kondisi tanah yang berbeda-beda.

Jika hal itu dipermasalahkan maka akan timbul konflik di kalangan umat.

6. Masalah Tahlil/Bacaan Kepada Mayyit

Disebutkan dalam kitab Al-Fiqhu Al-Islami Juz 2 Hal 691:

اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ فِي وُصُولِ ثَوَابَ الْعِبَادَاتِ الْبَدَنِيَّةِ الْمَحْضَةِ كَالصَّلَاةِ وَتِلَاوَةِ الْقُرآنِ إِلَى غَيْرِ فَاعِلِهَا عَلَى رَأْيَيْنِ: رَأْيُ الْحَنَفِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ وَمُتَأَخِّرِي الشَّافِعِيَّةِ وَالْمَالِكِيَّةِ بِوُصُوْلِ الْقِرَاءَةِ لِلْمَيِّتِ إِذَا كَانَ بِحَضْرَتِهِ، أَوْ دَعَا لَهُ عَقِبَها، ولو غائباً لِأَنَّ مَحَلَّ الْقِرَاءَةِ تَنْزِلُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَالْبَرَكَةُ، وَالدُّعَاءُ عَقِبَهَا أَرْجَى لِلْقَبُولِ. وَرَأْيُ مُتَقَدِّمِي الْمَالِكِيَّةِ وَالْمَشْهُورُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ الْأَوَائِلِ: عَدَمُ وُصُولِ ثَوَابِ الْعِبَادَاتِ الْمَحْضَةِ لِغَيْرِ فَاعِلِهَا.

Intinya: Menurut madzhab Hanafi, Hambali, Ulama yang terakhir Syafi’iyyah dan Ulama’ yang terakhir Malikiyyah bahwa amalan ibadah orang lain dan bacaan Al-Qur’an atau dzikir bisa sampai pahalanya kepada mayyit.

Dan menurut Ulama terdahulu Malikiyyah dan Ulama terdahulu Syafi’iyah berpendapat tidak sampai.

Maka, hal itu tidak usah dipermasalahkan. Bagi yang melakukan tahlil diperbolehkan karena berpegangan pada ulama. Sebaliknya yang tidak mau juga tidak apa-apa asal tidak memaksakan pendapatnya dan tidak mengganggu lainnya dengan perkataan maupun perbuatan.

Begitu pula maulid, haul dan sebagainya tidak perlu kita mempermasalahkannya karena semuanya berpegangan pada ulama Ahlussunah Waljama’ah yang sumbernya dari Al-Quran dan Hadits.

Sebagaimana dikatakan :

مَنْ قَلَّدَ عَالِمًا لَـقِـيَ اللهَ سَالِمًا

“Barang siapa yang mengikuti orang alim maka kelak akan selamat saat bertemu menghadap Allah SWT”.

Dan Baginda Rasulullah SAW telah menerangkan kepada kita tentang ciri-ciri ulama’ yang sholeh yang perlu kita ikuti, dengan bersabda;

لَا تَجْلِسُوْا عِنْدَ كُلِّ عَالِمٍ إِلَّا إِلَى عَالِمٍ يَدْعُوْكُمْ مِنْ خَمْسٍ إِلَى خَمْسٍ مِنَ الشَّكِّ إِلَى الْيَقِيْنِ وَمِنَ الرِّيَاءِ إِلَى الْإِخْلَاصِ وَمِنَ الرَّغْبَةِ إِلَى الزُّهْدِ وَمِنَ الْكِبْرِ إِلَى التَّوَاضُعِ وَمِنَ الْعَدَاوَةِ إِلَى النَّصِيْحَةِ

Janganlah sekali-kali kalian duduk dan berkumpul bersama ulama’, kecuali ulama’ yang mengajak kalian dari lima macam perkara kepada lima perkara;

Yang pertama, ulama’ yang mengajak kalian untuk tambah yakin tentang janji-janji Allah SWT dan Rasul-Nya sehingga dapat menghilangkan keraguan di dalam hati.

Yang kedua, ulama’ yang mengajak kalian agar bisa meninggalkan riya’ dan bisa beribadah serta bermu’amalah dengan ikhlas.

Yang ketiga, ulama’ yang mengajak kalian dari kecondongan dunia, kepada merasa cukup, ridlo atas bagiannya dan senantiasa bersyukur sehingga mengutamakan akherat.

Yang keempat, ulama’ yang mengajak kalian dari kesombongan, kepada sopan santun dan merendahkan diri.

Yang kelima, ulama’ yang mengajak kalian dari pembicaraan yang menimbulkan permusuhan, kepada nasehat yang menjadikan perdamaian, ketenangan dan ketentraman.(Hadits diriwayatkan oleh sahabat Jabir RA)

Alhamdulillah kita semua merasa tenang dan tentram disaat mempelajari ilmu dari para ulama’ madzahib empat, para mujadidnya, serta para ulama sholihin penerusnya sepanjang masa. Karena mereka semua telah mengikuti prilaku yang luhur dan suci yang sesuai dengan kandungan dalam hadits Baginda Nabi SAW tersebut.

Semoga keterangan ini bisa bermanfaat, supaya bersatu padu sesuai madzhabnya masing-masing dan saling bertoleransi kepada yang lain serta memperkuat ukhuwah islamiyah dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT agar selamat dunia akherat dan tidak mudah untuk dicerai beraikan oleh musuh-musuh Islam.

أَللّهُمَّ أَرِنَا الحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهْ, وَأَرِنَا البَاطِلَ بَاطِلًا وَوَفِّقْنَا لِاجْتِنَابَه.

Ya Allah, nampakkanlah kepada kami suatu kebenaran yang Engkau anggap benar dan berilah kami taufiq dan hidayah untuk dapat melakukannya. Dan juga nampakkanlah kepada kami sesuatu yang Engkau anggap salah, serta berikanlah kepada kami taufiq dan hidayah untuk bisa meninggalkannya. Amiin. _________________________________________________________

Di kutip dari rangkuman Habib Abu Mahdi Murtadlo bin Abdullah Al-Kaff.

About Muhammad Taqiyyuddin Alawiy

- PENGASUH PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI'IYAH NURUL HUDA MERGOSONO KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG - Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang
This entry was posted in Makalah Agama Islam. Bookmark the permalink.

Leave a Reply