الحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ جَعَلَ التّقْوَى خَيْرَ الزَّادِ وَاللِّبَاسِ وَأَمَرَنَا أَنْ تَزَوَّدَ بِهَا لِيوْم الحِسَاب اَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ رَبُّ النَّاسِ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا حَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المَوْصُوْفُ بِأَكْمَلِ صِفَاتِ الأَشْخَاصِ. اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أجمعين وسَلّمْ تَسليمًا كَثِيرًا ، أَمَّا بَعْدُ ،
فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Barokah ini sering kita jadikan tujuan hidup di samping mencari ridho Allah. Kebarokahan membuat hidup kita menjadi bahagia. Di pesantren, kita diajarkan yang penting mencari barokah, bukan sekadar kepintarannya. Kalau sekadar pintar saja tetapi tidak barokah maka ilmu tersebut bisa menjadi malapetaka.
Orang tua kita juga memberi pesan agar dalam hidup, yang kita cari adalah barokah. Dan barokah ini tidak selalu berkorelasi dengan banyaknya harta yang kita miliki. Ada sebuah hadits yang sering dijadikan doa, terutama kepada pengantin yang seringkali dijadikan sebuah kutipan dalam undangan pernikahan.
بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا
Artinya: “Semoga Allah memberi berkah untukmu, memberi bekas atasmu, dan menghimpun yang terserak di antara kalian berdua.” (HR At-Turmudzi)
Dalam kajian ilmu Nahwu kalimat “laka”, itu digunakan untuk hal-hal yang sifatnya menguntungkan atau menyenangkan. Kalau yang tidak enak, menggunakan kata “alaika”. Ternyata, bahasa laka dan alaika digunakan oleh Rasulullah dalam hadits tersebut supaya orang itu mendapat kebarokahan baik dari hal yang enak maupun yang tidak enak. Semuanya ada nilai kebarokahannya. Bagi sementara orang, kebarokahan itu sesuatu yang enak secara fisik saja. Padahal bisa jadi, yang tidak enak itu lah yang sebenarnya menjadi barokah.
Misalnya, setelah menjadi seorang anggota DPR harus masuk penjara. Ini menunjukkan sesuatu yang tampaknya enak, berupa jabatan tinggi yang dihormati banyak orang, ternyata malah membawa bencana. Orang sakit juga bisa mendapat kebarokahan karena dengan beristirahat, maka ia memiliki kesempatan untuk mengevaluasi dirinya, momen yang tidak ia peroleh lantaran kesibukan dirinya. Ini menunjukkan bahwa antara yang menguntungkan dan tidak menguntungkan, sama-sama mendapat peluang mendapat kebarokahan.
Bertambahnya sesuatu juga belum tentu membawa kebaikan jika tidak mendekatkan diri kepada Allah. Orang yang tambah umurnya belum tentu lebih barokah, orang yang tambah rezekinya juga belum tentu tambah barokah. Demikian pula, orang yang tambah ilmu juga belum tentu mendapatkan barokah jika ilmu tersebut hanya menjadi kebanggaan diri, bukan untuk diajarkan kepada orang lain atau untuk menambah keimanan kepada Allah.
مَنِ ازْدَادَ عِلمًا وَلَمْ يَزْدَدْ هُدىً لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلّا بُعْدًا
Artinya, Barangsiapa bertambah ilmunya namun tidak bertambah petunjuk yang ia raih, niscaya dia hanya menambah jauh jarak dari Allah
Jadi tambah ilmu bukan berarti semakin dekat dengan Allah. Ini adalah cerminan dari ilmu yang tidak berkah.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah,
Barokah itu maknanya kebahagiaan. Orang berbahagia itu sering diukur hanya dari ukuran fisiknya. Benarkah demikian? Dalam pandangan agama, tanda-tanda kebahagiaan tidak selalu yang tampak secara dhahir. Karena tampilan lahiriah sejumlah orang bisa saja seolah bahagia, tapi batin mereka menderita.
ومِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. (QS: al-Rum 21)
Sebagai salah satu tanda kekuasaan Allah adalah Ia menciptakan istri-istri yang dapat menentramkan jiwa dan menciptakan kasih sayang antara keduanya. Kebahagian rumah tangga bukan terletak pada kecantikan istri atau kekayaan suami. Misalnya, apa benar kalau punya istri cantik terus berbahagia. Mungkin benar, tetapi mungkin saja tambah pusing. Belum tentu mendapat kebahagiaan. Betapa banyak pasangan cantik rupawan yang justru berakhir pada perceraian. Bahkan rata-rata penggugat datang dari perempuan. Ini bukti bahwa mereka tidak bahagia. Karena itu, hal yang bersifat dhahir menarik tidak menjamin rasa bahagia. Standar untuk menilai kebahagiaan keluarga tidak dilihat dari harta apa yang dimiliki, tetapi apakah suami istri tersebut memiliki akhlak yang baik. Jika mereka memiliki akhlak yang mulia, insya Allah mereka akan berbahagia.
Kebarokahan bisa kita raih dengan senantiasa mendekatkan diri kita kepada Allah subhanahu wata’ala seraya terus menghiasi diri dengan sifat-sifat terpuji, seperti syukur, qana’ah, gemar bersedekah, berbakti kepada kedua orang tua, dan lain-lain.
باَرَكَ اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. وتقبل منى ومنك تلاوته إنه هو السميع العليم, أقول قولى هذا فأستغفر الله العظيم لى ولكم ولسائر المؤمنين والمؤمنات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم.
