DOSA TERAKHIR YANG DILAKUKAN SEORANG MUSLIM by

pendosa taubat

 

 

 

 

 

 

اِذَا وَقَعَ مِنْكَ ذَنْبٌ فَلَايَكُنْسَبَبًا لِيَأْسِكَ مِنْ حُصُوْلِ الإِسْتِقَامَةِ مَعَ رَبِّكَ , فَقَدْيَكُوْنُ ذَلِكَ آخِرُ ذَنْبٍ قُدِّرَ عَلَيْكَ

Apabila dosa datang darimu, janganlah dosa itu menjadi penyebab putus asamu dari berhasil istiqomah bersama-sama Tuhanmu. Boleh jadi dosa tersebut adalah dosa terakhir yang ditakdirkan kepadamu.(Hikam, Ibnu Atho’illah ra)

Meskipun dosa seringkali mengakibatkan hati seorang hamba terhijab kepada tuhannya. Namun juga, dosa terkadang mampu membakar hijab yang menutupi hati. Itu bisa terjadi, apabila dengan dosa tersebut menjadikan seorang hamba ingat kepada tuhannya kemudian segera melaksanakan taubat dengan taubatan nashuha. Dosa seperti itu mampu menghancurkan sifat sombong dalam hati orang beriman. Sifat tercela hasil bentukan setan jin sebagai dampak negatif dari ilmu dan amal yang dapat menjadi penyebab orang masuk neraka. Sifat yang sangat membahayakan karena setan jin menjadikan manusia memandang baik kepada dirinya sendiri. Allah memberikan sinyalemen dengan firman-Nya:

وَزَيَّنَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ أَعْمَالَهُمْ فَصَدَّهُمْ عَنِ السَّبِيلِ وَكَانُوا مُسْتَبْصِرِينَ

“Dan syaitan menjadikan mereka memandang baik perbuatan-perbuatan mereka, lalu ia menghalangi mereka dari jalan (Allah) sedang mereka adalah orang-orang yang berpandangan tajam”(QS.Al-Ankabut(29);38)

Supaya hati orang beriman dapat istiqomah dalam bersandar kepada tuhan-Nya, maka hati itu tidak hanya dikuatkan dengan ilmu dan amal saja, tetapi juga terkadang dengan dosa. Itu apabila dengan ilmu dan amal tersebut menjadikan mereka terjebak dalam perangkap setan jin hingga hatinya menjadi sombong dan takabbur. Untuk menghilangkan sifat sombong tersebut, maka Allah menakdirkan hamba-Nya berbuat dosa. Namun bukan dosa yang sengaja dilakukan tetapi terpaksa, karena dosa tersebut tidak dapat dihindari. Bukan dosa yang menjadikan hati orang beriman jauh dari Tuhannya, tetapi dosa yang mampu menerbitkan penyesalan dalam hati dan mendorong untuk bertaubat.

Hati orang beriman harus selalu merasa dekat dengan tuhannya. Dengan kedekatan itu supaya hidup mereka mendapat penjagaan malaikat. Kedekatan seorang hamba kepada Tuhannya itu tidak selalu ditandai dengan amal lahir saja, seperti sholat dan ibadah haji, tetapi juga dengan amal batin yang mampu mendasari amal lahir tersebut. Hati yang bertakwa dan bertawakkal kepada tuhannya. Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.(QS.Fush Shilat(41);30).

Orang beriman yang hatinya yakin bahwa Allah Pemelihara hidupnya, kehidupan orang tersebut akan mendapat penjagaan dari para malaikat. Itu adalah merupakan salah satu kenikmatan ruhani yang bisa dihasilkan ibadah secara istiqomah. Namun, betapapun mereka menjaga kedekatan hati kepada Tuhannya, secara manusiawi, terkadang bisa tumbuh rasa jenuh dalam hatinya. Apabila rasa jenuh sudah mulai tumbuh, maka kenikmatan ibadah yang didawamkan itu menjadi memudar. Akibatnya, perjalanan ruhani tersebut menjadi mandul dan berhenti di tengah jalan.

Untuk menghapus kejenuhan tersebut, terkadang dosa ditakdirkan sebagai obatnya. Namun, datangnya dosa itu semata atas ketetapan (qada’) yang terdahulu, bukan terbit dari kesengajaan manusia. Tanda-tandanya, ketika seorang hamba terpeleset dalam perbuatan dosa, mereka cepat ingat kepada Tuhannya serta menyesali dosanya. Mereka cepat-cepat bertaubat kepada Allah serta tidak berputus-asa akan rahmat-Nya. Dengan yang demikian itu, dengan izin Allah pintu hati yang asalnya tertutup kembali terbuka. Hati seorang musafir yang sedang mandul kembali bergairah karena panasnya bara penyesalan telah mencairkan kebekuan.

Dosa, meskipun itu adalah perbuatan yang tercela, ibarat penyakit, namun terhadap orang yang hatinya terserang penyakit sombong dan takabbur ternyata malah menjadi obat. Dalam kaitan itu, secara garis besar dosa dibagi menjadi dua. Pertama, dosa yang bisa menyebabkan orang masuk neraka. Kedua, dosa yang bisa menyebabkan orang masuk surga. Dalam sebuah haditsnya Nabi SAW bersabda yang artinya: “Terkadang dosa memasukkan pemiliknya ke surga”. Berikut ini contoh dosa yang tidak yang dapat menyebabkan orang masuk neraka:

Pertama: Dosa orang kafir yang menghalang orang lain di jalan Allah. Orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya berarti orang kafir. Mereka berbuat dosa besar. Apabila dosa itu dibawa sampai mati, artinya orang tersebut belum sempat bertaubat dan membaca dua kalimat syahadat, maka dosa kafir itu tidak diampuni, berarti mereka akan menjadi penghuni neraka jahannam untuk selamanya. Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ مَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah kemudian mereka mati dalam keadaan kafir, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampun kepada mereka”. (QS.Muhammad(47);34).

Orang membenci sesuatu, secara otomatis pasti juga akan mengajak orang lain membenci sesuatu itu. Oleh sebab itu, orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-Nya, mereka juga berusaha mengajak orang lain untuk ikut kafir bersamanya. Mereka menghalangi orang lain berjalan di jalan Allah. Itu merupakan tanda-tanda bahwa mereka membenci Tuhan semesta alam. Mereka membenci Dzat yang menciptakan dirinya sendiri. Jika sifat kafir tersebut terbawa mati, maka dosanya tidak akan mendapat ampunan untuk selamanya. Hal itu karena selama hidup dan kesempatan yang ada telah mereka gunakan untuk ingkar kepada Tuhannya.

Lain halnya bila sebelum ajal kematian datang mereka mendapatkan hidayah dan masuk islam. Mereka bertaubat dari kebiasaan jelek yang biasa mereka lakukan. Lalu membangun kehidupan dengan amal sholeh dan kebajikan, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang pernah mereka lakukan. Allah mengabarkan hal itu dengan firman-Nya :

قُلْ لِلَّذِينَ كَفَرُوا إِنْ يَنْتَهُوا يُغْفَرْ لَهُمْ مَا قَدْ سَلَفَ وَإِنْ يَعُودُوا فَقَدْ مَضَتْ سُنَّةُ الْأَوَّلِينَ

“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi sesungguhnya akan berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu”(QS.Al-Anfal(8);38).

Apabila orang kafir itu mau bertaubat dan beriman kepada Allah dan rasul-Nya, berarti dosa kafirnya akan diampuni dan dimasukkan surga bersama orang-orang yang beriman. Apabila sampai mati mereka dalam keadaan kafir, berarti ketetapan yang azali akan berlaku. Berarti, ketetapan azali tersebut sejatinya dapat dirubah oleh manusia. Yakni dengan merubah kejelekan hatinya menjadi kebaikan yang hakiki. Allah menegaskan hal itu dengan firman-Nya yang artinya:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”.(QS.Ar-Ra’d(13);11)

Kedua: Orang murtad yang murtadnya dilakukan berulang-ulang. Mereka itu biasanya datang dari golongan orang yang akidahnya tidak kuat. Akibat dari itu, mereka mudah mempermainkan agamanya. Mereka mempertaruhkan kehidupan akhirat dengan harga kehidupan dunia yang sangat murah. Sekedar himpitan ekonomi, terkadang mereka mampu keluar masuk agamanya dengan seenaknya sendiri. Bahkan terkadang mereka menjual iman hanya dengan harga satu bungkus mie instan.

Ketika mereka kembali berkumpul dengan kaum muslimin dan mendapat keuntungan, mereka cepat-cepat menyatakan masuk Islam lagi dengan membaca dua kalimat syahadat. Namun ketika mereka mendapatkan keuntungan dari penganut agama lain, kesulitan hidupnya mendapatkan bantuan dari kelompok yang baru tersebut, mereka kembali menjadi kafir.

Jika hal tersebut terjadi sampai berulang kali. Pagi kafir, siang Islam sorenya kafir lagi, maka akibatnya, sifat kafir itu akan menjadi bertambah kuat dan dosanya tidak diampuni. Orang seperti itu tidak akan mendapatkan hidayah Allah selama-lamanya. Kita berlindung dengan Allah darinya. Allah memperingatkan hal tersebut dengan firman-Nya :

إِنَّ الَّذِينَ آَمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ آَمَنُوا ثُمَّ كَفَرُوا ثُمَّ ازْدَادُوا كُفْرًا لَمْ يَكُنِ اللَّهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلاَ لِيَهْدِيَهُمْ سَبِيلاً

Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (pula), kemudian kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus”. (QS.An-Nisa(4);137).

Orang yang suka mempermainkan agama itu, meski mereka bertaubat, tapi taubatnya tidak akan diampuni. Hal itu bukan berarti Allah tidak menolak, ketika seorang hamba benar-benar telah bertaubat kepada-Nya. Sungguh Allah adalah Dzat Yang Maha Menerima taubat hamba-Nya asal taubat itu dilakukan sebelum datangnya ajal kematian. Namun, bagi orang yang suka mempermainkan akidah, mereka akan menjadi sulit melaksanakan taubat dengan benar. Sebab hatinya telah dikotori sendiri oleh dosa murtad yang berlapis-lapis tersebut. Dengan dosa yang berlapis-lapis itu, tentunya menjadikan hati mereka terhalang menerima nur hidayah Allah. Oleh karena mereka terlebih dahulu telah berbuat zalim dengan melupakan diri sendiri, maka Allah melupakan mereka. Sungguh Allah tidak akan berbuat zalim kepada hamba-Nya. Allah telah mengabarkan dengan firman-Nya:

كَيْفَ يَهْدِي اللَّهُ قَوْمًا كَفَرُوا بَعْدَ إِيمَانِهِمْ وَشَهِدُوا أَنَّ الرَّسُولَ حَقٌّ وَجَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu (Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang yang zalim”. (QS.Ali-Imran(3);86).

Dosa murtad tersebut, meski dilakukan orang sekali dalam hidupnya, orang tersebut berarti telah menghapus segala pahala amal ibadah seumur hidup. Mereka itu bagaikan menghancurkan bangunan rumahnya sendiri. Meskipun seketika itu dia sadar dan menyesali perbuatannya, namun rumahnya sudah terlanjur hancur. Apabila dia ingin mempunyai rumah lagi berarti harus membangun kembali mulai dari nol. Bagi orang yang murtad, nol yang kedua berbeda dengan nol yang pertama. Saat nol yang pertama dia masih bersih dari segala dosa sebagaimana fithrahnya, tetapi nol yang kedua adalah nol yang sudah tidak bersih, nol yang kotor karena telah terkontaminasi dosa murtadnya.

Seandainya tidak semata-mata karena rahmat dan karunia Allah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada hamba-Nya, sulit bagi orang yang pernah murtad dapat kembali membangun agama dan amal ibadahnya. Apalagi jika murtad itu dilakukan berulangkali. Tentu orang tersebut kehabisan jalan yang harus ditempuh, kerena jalan-jalan lurus yang disediakan baginya telah dihancurkan sendiri berulangkali.

Ketiga: Orang munafik yang suka berbuat fasik (melampaui batas), dosa mereka tidak diampuni. Sebab, sifat munafik itu cenderung mendorong mereka berbuat fasik kepada temannya sendiri. Orang munafik suka berbuat yang tidak semestinya dan tidak pada tempatnya serta melampaui batas kewajaran. Mereka cenderung mengikuti hawa nafsu dan setan dengan mengesampingkan akal dan ilmu.

Orang munafik cenderung berbuat zalim kepada saudara dekatnya sendiri. Hal itu karena setiap kemunafikan pasti timbul dari sifat hasut. Dengan perbuatan munafik itu berarti mereka menyangkutkan diri kepada urusan antara sesama manusia atau “haqqul adami”. Mereka berbuat zalim yang dosa tidak diampuni Allah sebelum dosa itu dimaafkan oleh orang yang dizalimi. Oleh sebab itu, sebelum dosa tersebut dimaafkan oleh yang orang yang disakiti, sampai kapanpun Allah tidak memaafkannya.

Terhadap jenis dosa yang semestinya tidak diampuni tersebut, apabila Allah berkehendak mengampuni dosa hamba-Nya di dunia, dosa tersebut harus dikafaroti oleh pemiliknya, yakni penebusan dosa. Kafarot itu dengan mengeluarkan shodaqoh sebagai penebusan dosa. Sebab, sebelum dosa itu dikafaroti, Allah tidak akan mengampuninya. Dalam keadaan seperti itu, apabila orang yang berdosa tersebut tidak juga mengeluarkan kafarot dengan shodaqoh, maka musibah atau fitnah didatangkan kepadanya sebagai gantinya.

Setelah musibah dan fitnah tersebut mampu dijalani dengan sabar dan tawakkal. Orang yang berdosa itu menjadi sadar dan bertaubat atas segala dosa dan kesalahannya, maka Allah akan mengampuni dosa mereka. Yang demikian itu adalah sunnatullah sebagaimana yang telah terjadi terhadap orang-orang terdahulu. Asy-Syekh Abdul Qodir Jailani RA berkata: “Apabila kita terlanjur berbuat dosa, maka dosa itu harus dikafaroti”

Namun, tanpa orang mengeluarkan kafarot sekalipun, apabila Allah berkehendak mengampuni dosa hamba-Nya, dosa tersebut tetap saja akan diampuni. Hal itu bukan karena orang mampu mengalahkan ketetapan sunnah tersebut hingga terlepas dari ancaman musibah di dunia. Akan tetapi itu terjadi semata karena Allah memaafkan kepada sebagian besar dosa hamba-Nya.

Apabila ada orang berbuat dosa yang semestinya harus dikafaroti, tetapi ternyata mereka tidak juga mendapatkan musibah di dunia, hal itu bisa jadi mereka mendapat masa tangguh. Dengan masa tangguh itu supaya ketetapan Allah terhadap seseorang bisa berjalan dengan semestinya. Dengan masa tangguh itu orang yang berbuat mungkar seakan selalu mendapatkan kemenangan di dunia. Tetapi ketika masa tangguh mereka sudah lewat, orang tersebut akan menerima musibah di dunia.

Musibah tersebut bisa jadi dengan penyakit yang menggerogoti jasadnya. Namun sejatinya, musibah itu adalah kafarot bagi orang beriman, supaya mereka mati dalam keadaan dosa yang sudah diampuni. Jika tidak demikian, berarti orang tersebut akan berhadapan dengan siksa yang pedih untuk selama-lamanya di akhirat nanti. Wal ‘iyadu billah. Allah Ta’ala telah mengisyaratkan hal tersebut dengan firman-Nya :

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ (30) وَمَا أَنْتُمْ بِمُعْجِزِينَ فِي الْأَرْضِ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ

Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu) – Dan kamu tidak dapat melepaskan diri (dari azab Allah) di muka bumi, dan kamu tidak memperoleh seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong selain Allah.” (QS.Asy-Syuraa(42);30-31).

Allah Ta’ala juga telah menegaskan dengan firman-Nya :

وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا سَبَقُوا إِنَّهُمْ لاَ يُعْجِزُونَ

Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah)”. (QS.Al-Anfal(8);59)

Musibah-musibah yang datang kepada orang beriman, itu pasti akibat dosa yang mereka perbuat. Apabila orang beriman mampu menghadapi musibah itu dengan sabar, berarti musibah itu bisa menjadi sarana untuk menyucikan dosa-dosa mereka. Terlebih ketika orang beriman mampu mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya, musibah itu justru dapat mengangkat derajat keimanan dan kemuliaan mereka di hadapan Allah. Oleh karena itu, sebelum musibah datang, orang beriman hendaknya rajin mengeluarkan shodaqoh sebagai kafarot bagi dosa-dosanya, baik yang disadari maupun yang tidak. Sebab, jarang orang sabar menghadapi musibah, terlebih mengambil hikmah yang terkandung di dalamnya.

Apabila ternyata hati mereka tidak juga mampu menyikapi musibah yang datang itu dengan sabar dan ‘arif. Mereka tidak juga sadar serta memperbaiki amal perbuatannya. Bahkan selalu merasa dirinya yang paling benar, sehingga musibah itu justru berkembang menjadi fitnah yang berkepanjangan, maka: “Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan, Allah tidak akan mengampuni mereka”. Demikian yang dinyatakan Allah dengan dua firman-Nya berikut ini, Allah berfirman :

سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَسْتَغْفَرْتَ لَهُمْ أَمْ لَمْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ لَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Sama saja bagi mereka, kamu mintakan ampunan atau tidak kamu mintakan ampunan bagi mereka, Allah tidak akan mengampuni mereka; sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”(QS.Al-Munafiqun(63);6).

Munafik identik dengan kafir. Sebab, timbulnya kemunafikan awalnya pasti tumbuh dari ketidakpercayaan. Itu menunjukkan, sejatinya orang munafik bukan orang beriman. Secara lahir mereka seakan beriman, namun sejatinya, hatinya hanya berpura-pura iman. Orang munafik adalah orang yang suka bermuka dua, dalam arti di luar baik tapi di dalamnya jelek. Apabila yang di luar jelek tapi dalamnya baik, itu bukan sifat orang munafik tetapi sifat seorang dokter yang sedang mengobati pasiennya. Dosa munafik lebih berbahaya daripada dosa kafir. Oleh sebab itu, meski dosa mereka dimohonkan ampun orang lain sebanyak 70 kali, tetap saja Allah tidak mengampuni dosa mereka. Hal itu disebabkan, karena dengan sifat munafik itu orang tersebut selalu berbuat fasik kepada sesama manusia. Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. Allah telah menegaskan dengan firman-Nya :

اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Kamu mohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik”. (QS.At-Taubah(9);80).

Keempat: Termasuk dosa yang tidak diampuni adalah dosa sombong dan dosa takabbur, yakni dosanya orang memandang dirinya lebih baik dan lebih utama dibandingkan orang lain. Timbulnya sifat sombong itu memang seringkali muncul dari orang yang merasa punya kelebihan, namun mereka lupa bahwa kelebihan itu sejatinya anugerah Allah yang harus disyukuri bukan dibanggakan. Seandainya Allah tidak memberikan anugerah kepada hamba-Nya, maka manusia adalah merupakan makhluk yang lemah. Selama sifat sombong itu belum mampu ditanggalkan dari hatinya, berarti manusia belum pantas masuk surga, meski dia itu orang beriman. Sebab, Iblis, makhluk yang lebih berma’rifat dengan Allah dibandingkan manusia, diturunkan dari sorga akibat adanya sifat sombong dalam hatinya.

Dalam sebuah haditsnya, Baginda Nabi SAW menunjukkan tanda-tanda penghuni neraka dengan adanya sifat bombong. Rasulullah SAW bersabda :

حَدِيثُ حَارِثَةَ بْنِ وَهْبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّهُ سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ قَالُوا بَلَى قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لَأَبَرَّهُ ثُمَّ قَالَ أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ قَالُوا بَلَى قَالَ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ

Diriwayatkan dari Haritsah bin Wahab RA berkata: Aku mendengar Nabi SAW bersabda: maukah kamu aku beritahu tentang ahli Syurga? Para Sahabat menjawab: Ya! Rasulullah SAW bersabda: Mereka semua adalah orang yang lemah dan merendah diri, seandainya mereka bersumpah karana Allah niscaya Allah akan mengabulkannya. Kemudian baginda bersabda lagi: maukah kamu aku beritahu tentang ahli Neraka? Mereka menjawab: Ya! Baginda bersabda: Mereka semua adalah orang yang suka diagung-agungkan dan bermegah-megahan serta sombong

1. Riwayat Bukhari di dalam Kitab Tafsir al-Qur’an hadits nomor 5437 – Etika hadits nomor 5610 – Sumpah dan Nazar hadits nomor 6165.
2. Riwayat Muslim di dalam Kitab Surga, Kenikmatan dan Penghuni hadits nomor 5092.(CD. al-Bayan)

Tanda-tanda penghuni neraka adalah orang yang suka diagung-agungkan orang, bermegah-megahan dan sombong, ya … gila hormat lah. Selama sifat itu masih ada, berarti selamanya pula orang tersebut menjadi calon penghuni nereka. Untuk itu, jika orang tersebut ingin masuk surga, mereka terlebih dahulu harus mampu menghapus tanda-tanda itu dari dirinya.

Orang yang sombong dan takabbur, do’anya tidak mendapat ijabah dari Tuhannya. Pancaran do’a-do’a mereka tidak dapat menembus pintu langit seperti unta tidak dapat memasuki lubang jarum. Allah mengisyaratkan hal ini dengan firman-Nya :

إِنَّ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا وَاسْتَكْبَرُوا عَنْهَا لَا تُفَتَّحُ لَهُمْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَلَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى يَلِجَ الْجَمَلُ فِي سَمِّ الْخِيَاطِ وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُجْرِمِينَ

Sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak (pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum. Demikianlah Kami memberi pembalasan kepada orang-orang yang berbuat kejahatan”. (QS.Al-A’raaf(7);40).

Kelima: Dosa yang tidak diampuni dengan tanpa alasan adalah dosa syirik atau menyekutukan Allah. Orang berharap dan takut kepada selain Allah padahal dia beriman kepada-Nya, berarti orang tersebut berbuat syirik kepada Allah. Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya”. (QS.An-Nisa’(4);48).

Orang berbuat syirik kepada Allah berarti menyamakan Dzat Yang Maha Mulia dengan makhluk yang hina. Hal itu adalah kezaliman yang besar. Allah menegaskan dengan firman-Nya:

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”(QS.Luqman(31);13).

Apabila perbuatan syirik itu dalam konteks harapan, maka artinya, orang berharap mendapatkan kemudahan hidup kepada selain Allah, berarti manusia berharap kepada sesama makhluk yang lemah. Mereka berharap kepada orang yang sama-sama mempunyai kebutuhan. Oleh karena itu, mustahil orang tersebut dapat mengabulkan kebutuhan orang lain. Jika hal itu bisa terjadi, itu semata-mata hanya terjadi atas kehendak dan pertolongan Allah.

Namun demikian, ketika sunnah sudah ditentukan, bahwa sistem distribusi rizki untuk seseorang ditentukan Allah harus melewati orang lain, baik melalui atasan dalam perusahaan ataupun orang yang selalu berbuat baik. Hal itu sering menjebak orang berbuat syirik kepada Allah. Disamping mereka bertawakkal kepada Allah juga menyandarkan harapan kepada sesama manusia. Bahkan terkadang cenderung dominan berharap kepada manusia.

Bagi orang beriman, menyandarkan harapan kepada selain Allah dapat menciderai kesempurnaan tauhid mereka. Hal itu bisa menjadi penyebab tertutupnya pintu ijabah dari Allah Ta’ala. Do’a mereka tidak dikabulkan Allah. Terlebih apabila harapan kepada manusia itu sampai memalingkan hatinya untuk bertawakkal kepada Allah. Mereka lebih berharap kepada manusia daripada bertawakkal kepada Allah. Dalam keadaan seperti itu berarti mereka telah benar-benar berbuat syirik kepada Tuhannya.

Untuk menjaga hati supaya orang beriman tidak terjebak berbuat syikir, berdzikir kepada Allah secara istiqomah adalah solusinya. Dengan setiap saat, pagi dan sore, mereka membaca kalimat tauhid secara terbimbing, amaliyah itu dapat menghapus dan menjaga hati dari kotoran syirik, seperti orang menghapus debu yang menempel di kaca.

Apabila orang beriman enggan berdzikir kepada Allah, padahal setiap saat hati mereka selalu dikotori dosa syirik yang tidak disadari, maka kotoran yang menempel dalam hati itu akan menjadi bagaikan karat besi. Karat hati itu akan membutakan matahati hingga jalan hidup menjadi gelap gulita. Itu pertanda hati yang telah terputus dari hidayah Allah.

Akibat dari itu, manusia akan merasakan hidup di dunia ini dalam keadaan terasing. Ketakutan dan kekhawatiran yang tidak beralasan selalu menghantui jalan pikiran. Bayang-bayang kehidupan yang muncul setiap saat dalam lamunan, datang lebih seram dari keadaan sesungguhnya. Ketakutan menjadi miskin menjadikan hati menjadi kikir. Hal itu karena hidup tidak mendapat perlindungan dan pertolongan dari Allah Ta’ala. Matahati tertutup dari sinar manisnya keimanan sehingga hidup menjadi resah. Allah telah menggambarkan keadaan orang tersebut dengan firman-Nya :

وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ

Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh”(QS.Al-Hajj(22);31).

Orang berbuat syirik berarti memutus hubungan dengan Tuhannya. Memutus hubungan dengan sumber dan tambang energi yang hakiki. Di dunia hidup dalam kesendirian dan kesengsaraan, bagaikan layang-layang putus dihempas angin kesana kemari. Hidup yang selalu terombang ambing dalam keraguan, tidak ada dasar pijakan dan tidak ada pegangan, tidak ada petunjuk yang diikuti dan tidak ada pertolongan yang mendampingi. Hanya mengikuti kemauan nafsu kosong yang sering mengajak angan berlari kencang tanpa tujuan. Itu disebabkan, karena hidup mereka telah terlepas dari sistem kontrol urusan ketuhanan yang mampu menjadi pengendali kehidupan.

Ketika usia hidup sudah di ambang batas ajal kematian. Saat itu rasional semakin lemah hingga tidak mampu lagi menyangga kemauan nafsu dan beban hidup yang tetap mengganjal. Mereka terpaksa tinggal menunggu batas bayangan akhir yang seakan-akan tidak berujung pangkal. Kondisi seperti itu, bisa jadi jiwa kehilangan diri hingga eksistensi menjadi pergi digondol setan.

Akibatnya, tubuh yang masih sehat menjadi jasad kasar tidak bertuan, sorot mata menerawang kosong dan rongga dada sunyi tidak berpenghuni, bahkan wadaq jasad terkadang malah dihuni oleh makhluk yang selama ini dipertuan, yaitu setan jin yang telah lama dimanjakan. Selanjutnya, manusia tinggal daging dan tulang yang sama sekali tidak ada harga untuk dijual walau sekedar untuk mendapatkan penghargaan dari sanak dan handai taulan. Itulah gambaran manusia yang hidupnya dimakan oleh jalan pikiran yang tidak tercerahkan. Oleh karena saat kuatnya pikiran tidak pernah disinari nur iman, maka saat lemahnya tidak mendapatkan pertolongan.

DOSA YANG DIAMPUNI BAGI ORANG YANG BERTAUBAT:

Firman Allah di atas (QS.An-Nisa’(4); 112) yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya”. Terhadap dosa selain syirik, dosa besar yang bagaimanapun, jika Allah menghendaki, pasti akan diampuni, namun tentunya bagi yang mau bertaubat dengan taubat yang sesungguhnya. Sebab rahmat Allah lebih besar dibandingakan dosa hamba-Nya.

Di dalam suatu riwayat disebutkan; Allah merasa sangat gembira kepada seorang hamba yang mau bertaubat kepada-Nya. Allah lebih bergembira dengan taubat hamba-Nya daripada gembiranya orang menemukan untanya setelah beberapa saat hilang. Unta itu hilang dengan membawa perbekalan makan dan minum di tengah perjalanannya di kawasan yang tandus dan kering. Di saat musafir itu sedang beristirahat, untanya meninggalkan dirinya pelan-pelan dengan membawa seluruh perbekalan perjalanan. Setelah dia mencari unta itu kesana kemari dengan susah payah dan tidak menemukannya, dalam keadaan sangat lapar dan haus, dia berteduh di bawah pohon rindang dengan penuh rasa putus asa dan pasrah. Dia hanya bisa menunggu saat kematian datang menjemput dengan pelan-pelan sambil berbaring di atas akar pohon tersebut.

Dalam keadaaan seperti itu tiba-tiba unta yang dicari itu datang beserta seluruh perbekalan yang masih utuh. Lalu dia memegang tali kekang unta itu sambil berkata dengan tanpa sadar atas kesangatan gembira yang dirasakan: “Ya Allah! Engkau adalah hambaku dan aku adalah tuhan-Mu”. Allah lebih merasa gembira dengan taubat hamba-Nya dibandingkan kegembiraan orang yang menemukan untanya tersebut. Rasulullah SAW meriwayatkan dengan sabdanya:

حَدِيثُ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَلَّهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِينَ يَتُوبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ عَلَى رَاحِلَتِهِ بِأَرْضِ فَلَاةٍ فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا طَعَامُهُ وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا قَدْ أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَا هُوَ كَذَلِكَ إِذَا هُوَ بِهَا قَائِمَةً عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ثُمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ الْفَرَحِ *

Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik RA berkata: Rasulullah SAW bersabda: AllahSWT lebih merasa gembira dengan taubat hamba-Nya daripada kegembiraan salah seorang dari kamu di saat di dalam perjalanan di kawasan tandus (kering kerontang). Ketika berhenti beristirahat kemudian untanya berjalan perlahan-perlahan meninggalkannya sambil membawa perbekalan makanan dan minuman. Setelah dia mencarinya kesana-kemari dengan susah payah kemudian bernaung di bawah keteduhan bayang-bayang pohon serta berbaring di atas pokok akar dengan penuh rasa putus asa, dalam keadaaan yang demikian kemudian dengan tiba-tiba unta yang dicarinya muncul di sisinya. Dia terus memegang tali unta itu. Kemudian berkata dengan tanpa sadar atas kesangatan gembira yang dirasakannya: “Ya Allah! Engkau hambaku dan aku tuhan-Mu”. Karena ingatannya diputus oleh rasa kegembiraannya.

1. Riwayat Bukhari di dalam Kitab Doa hadits nomor 5834.
2. Riwayat Muslim di dalam Kitab Taubat hadits nomor 4932. (CD al-Bayan)

Di dalam riwayat yang lain Rasulullah SAW bersabda:

حَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَسَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ لَا فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الْأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ فَاعْبُدِ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلَا تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ سَوْءٍ فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلَائِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلًا بِقَلْبِهِ إِلَى اللَّهِ وَقَالَتْ مَلَائِكَةُ الْعَذَابِ إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ فَأَتَاهُمْ مَلَكٌ فِي صُورَةِ آدَمِيٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ قِيسُوا مَا بَيْنَ الْأَرْضَيْنِ فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ فَقَاسُوهُ فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الْأَرْضِ الَّتِي أَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلَائِكَةُ الرَّحْمَةِ

Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri RA berkata: Nabi SAW bersabda: Seorang lelaki dari kalangan ummat sebelum kamu telah membunuh sebanyak sembilan puluh sembilan orang, lalu dia mencari seorang yang paling ‘alim. Setelah ditunjukkan kepadanya seorang pendeta, dia datang menjumpai pendeta tersebut dan berkata: Aku telah membunuh sebanyak sembilan puluh sembilan orang manusia, adakah taubatku masih diterima? Pendeta tersebut menjawab: Tidak. Mendengar jawaban itu, dia terus membunuhnya dan genaplah seratus orang manusia yang telah dibunuhnya. Tanpa putus asa dia mencari lagi seseorang yang paling ‘alim. Setelah ditunjukkan kepadanya seorang Ulama, dia terus menjumpai Ulama tersebut dan berkata: Aku telah membunuh sebanyak seratus orang manusia. Adakah taubatku masih diterima? Ulama itu menjawab: Ya! Siapakah yang dapat menghalangi kamu untuk bertaubat? Pergilah ke negeri si fulan, karena di sana banyak orang yang beribadah kepada Allah. Kamu beribadahlah kepada Allah bersama mereka dan jangan pulang ke negerimu karena negerimu adalah negeri yang lingkungannya sangat jelek. Lelaki tersebut berangkat menuju ke tempat yang ditunjukkan. Ketika ia berada di pertengahan perjalanan tiba-tiba dia mati, kematian itu menyebabkan Malaikat Rahmat dan Malaikat Azab bertengkar. Malaikat Rahmat berkata: Dia datang dalam keadaan bertaubat dan menghadapkan hatinya kepada Allah sedangkan Malaikat Azab berkata: Dia belum melakukan suatu kebaikanpun. Lalu Malaikat yang lain datang dalam keadaan ujud manusia dan mencoba menghakimi mereka sambil berkata: Ukurlah jarak di antara kedua tempat. Mana yang lebih dekat itulah tempatnya. Lantas mereka mengukurnya. Ternyata mereka dapati lelaki tersebut lebih dekat kepada negeri yang ditujunya. Akhirnya dia diambil oleh Malaikat Rahmat

1. Riwayat Bukhari di dalam Kitab Cerita-cerita Para Nabi hadits nomor 3211.
2. Riwayat Muslim di dalam Kitab Taubat hadits nomor 4167.(CD al-Bayan)

Taubat yang dilakukan seorang hamba harus dimulai dari dalam hati. Orang yang bertaubat harus sadar akan dosa-dosa yang sudah diperbuat dan menyesali perbuatan itu kemudian ditindaklanjutinya dengan amal sholeh. Meninggalkan segala kejelekan yang pernah dilakukan dan menggantinya dengan amal ibadah dan pengabdian yang hakiki. Disamping itu, supaya taubat tersebut bisa dilaksanakan dengan benar, orang yang bertaubat itu harus mendapat bimbingan guru ahlinya. Hal itu diisyaratkan Nabi SAW dalam sabdanya di atas; “Laki-laki tersebut bertanya kepada orang-orang yang paling ‘alim di negerinya”.

Ketika taubat itu sudah dilaksanakan dengan sunguh-sungguh, meski taubat itu baru dilakukan tahap awal. Sebelum orang tersebut selesai melaksanakan taubatnya, orang yang bertaubat itu mati di tengah perjalanan. Ternyata taubat tersebut diterima di sisi Allah, padahal orang itu bertaubat dari dosa membunuh seratus manusia. Itu menunjukkan rahmat Allah jauh lebih besar daripada dosa hamba-Nya, asal seorang hamba bersungguh-sungguh dalam melaksanakan taubat kepada-Nya.

Hadits tersebut merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi hamba Allah yang beriman. Tuntunan yang diajarkan Allah melalui rasul-Nya. Oleh karena itu, orang beriman tidak harus putus asa terhadap dosa-dosa yang sudah mereka perbuat. Sebesar apapun dosa itu, asal bukan dosa syirik, apabila mereka bersungguh-sungguh bertaubat, niscaya Allah akan mengampuninya, dalam arti dihapus dari catatan amal sehingga bebas dari hisaban. Adapun dosa syirik, sekecil apapun dosa itu, tetap tidak akan pernah terhapus untuk selamanya sehingga pemiliknya akan berhadapan dengan keadilan Allah baik di dunia maupun di akhirat nanti,… wal iyadzu billah.

Kisah “Dahyah Al-Kalbi” salah satu raja suku bangsa Arab yang masuk islam di hadapan Baginda Nabi SAW dengan seluruh anggota keluarganya.

Diceritakan bahwa Rasulullah SAW menyukai Islamnya Dahyah al-Kalbi. Karena dia masuk islam bersama 600 anggota keluarganya di hadapan Nabi. Suatu saat Rasulullah SAW berdoa: “Ya Allah masukkanlah Dahyah al-Kalbi ke dalam Islam”. Saat Dahyah menginginkan masuk Islam Allah mewahyukannya kepada Nabi SAW setelah salat subuh. “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah telah mengirimmu salam dan berfirman bahwa Dahyah akan menemuimu sekarang”.

Hati para sahabat diliputi rasa takut terhadap Dahyah pada masa Jahiliyah. Saat Sahabat mendengar berita tersebut, mereka tidak menginginkan Dahyah berada di tengah-tengah mereka. Rasulullah SAW mengetahuinya, beliau ingin menunjukkan kedudukan Dahyah. Rasulullah SAW tidak ingin saat Dahyah masuk Islam, diperbincangkan dan dilemahkan hatinya untuk memeluk Islam. Karenanya, saat Dahyah masuk masjid, Nabi SAW mengangkat sorban dari punggungnya kemudian menghamparkan ke bumi dihadapannya sambil berkata, “Dahyah kemarilah”, Nabi SAW menunjuk kepada sorbannya itu.

Dahyah menangis melihat kemuliaan akhlak Rasulullah SAW tersebut. Dia mengangkat sorban Nabi, mencium dan meletakkannya di atas kepala dan matanya. Dia berkata, “Apakah persyaratan masuk Islam? Terangkan kepadaku,” Rasulullah SAW bersabda, “Pertama kali hendaklah engkau membaca “Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah”. Dahyah mengucapkan syahadat sambil menangis. Rasulullah SAW bertanya, “Apakah arti tangisan ini padahal engkau telah dikaruniai Islam?” dia menjawab, “Sungguh aku telah melakukan dosa sangat besar, maka tanyakanlah kepada Tuhanmu apakah tebusannya? Bila Dia memerintahkanku untuk membunuh diriku, niscaya kulakukan. Bila memerintahkan supaya aku mengeluarkan semua hartaku niscaya akan kuberikan”

Rasulullah SAW bertanya, “Apakah kesalahanmu wahai Dahyah?” Dahyah menjawab. “Aku termasuk salah seorang raja bangsa Arab dan aku tidak ingin anak-anak perempuanku bersuami, hingga aku telah membunuh 70 anak perempuanku dengan tanganku sendiri.” Nabi SAW bingung mendengar cerita tersebut sehingga Jibril turun dan berkata: “Wahai Muhammad, sungguh Allah telah membacakan salam buatmu dan berkata kepada Dahyah, “Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, ketika engkau mengatakan ”Tiada Tuhan selain Allah,” Aku telah mengampuni kekafiran dan kejahatanmu selama 60 tahun, bagaimana mungkin Aku tidak mengampuni dosamu karena engkau telah membunuh anak-anakmu? “

Nabi SAW dan para sahabat menangis. Nabi SAW bersabda: “Ya Allah, Engkau telah mengampuni Dahyah yang telah membunuh 70 anaknya sendiri dengan hanya membaca syahadat sekali, maka bagaimana Engkau tidak mengampuni orang-orang beriman yang setiap hari membaca syahadat dan berkata benar serta ikhlas.””Hikayat Ash-Shufiyah. Muhammad Abu al-Yusr Abidin”

Dosa Dahyah adalah dosa yang dilakukan sebelum Islam. Meski dengan kejahatan selama 60 tahun, dosa tersebut dapat terhapus hanya dengan sekali membaca dua kalimat syahadat. Berbeda dengan dosa yang dilakukan orang beriman, terlebih jika sengaja melakukannya. Dosa yang sengaja dilakukan itu tidak cukup dapat dihapus dengan membaca kalimat syahadat saja, meski dua kalimat syahadat itu dibaca setiap mereka melaksanakan sholat. Dosa tersebut harus ditaubati dengan sungguh-sungguh. Namun demikian orang beriman tidak harus putus asa dengan dosa-dosa yang mereka dilakukan. Allah menegaskan hal itu dengan firman-Nya:

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang(QS.Az-Zumar(39);53).

Dari ayat di atas, yang dipanggil Allah dalam firman-Nya diatas adalah “Ya ‘Ibaadiy” (wahai hamba-hamba-Ku). Mereka itu adalah orang-orang beriman yang mengabdi kepada-Nya, namun di dalam pengabdian itu mereka terpeleset dalam perbuatan salah dan dosa. Mereka tidak mampu mengendalikan diri untuk menghindari perbuatan jahat karena kerasnya desakan lingkungan. Akibatnya mereka menzalimi diri sendiri. Jika mereka sadar dan bertaubat kepada Allah, mereka tidak boleh putus asa untuk bertaubat kepada-Nya, meski dalam hati mereka telah merasa berbuat yang melampaui batas.

Dalam ayat yang lain Allah berfirman: “Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS:39/53). Dosa yang diampuni itu bukan dosa orang-orang yang sengaja berbuat dosa dan menentang, padahal mereka sudah diajak kepada Islam. Orang yang sengaja berbuat dosa, berarti saat itu hati mereka tidak beriman. Mereka adalah orang berbuat zalim kepada dirinya sendiri. Allah tidak akan memberikan hidayah kepada orang yang berbuat zalim. Allah menegaskan dengan firman-Nya :

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُوَ يُدْعَى إِلَى الْإِسْلَامِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan dusta terhadap Allah sedang dia diajak kepada agama Islam? Dan Allah tiada memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”. (QS.Ash-Shoff(61);7).

al-Fakir, Muhammad Luthfi Ghazali

About Muhammad Taqiyyuddin Alawiy

- PENGASUH PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SYAFI'IYAH NURUL HUDA MERGOSONO KECAMATAN KEDUNGKANDANG KOTA MALANG - Dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Islam Malang
This entry was posted in Makalah Agama Islam. Bookmark the permalink.

Leave a Reply